Surabaya – Pelayanan publik berbasis Hak Asasi Manusia (HAM) yang inklusif bagi seluruh kelompok masyarakat menjadi prioritas pemerintah saat ini. Terlebih dengan lahirnya Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pelayanan Publik Berbasis Hak Asasi Manusia (P2HAM), Kemenkumham terus berupaya memberikan pelayanan publiknya kepada masyarakat dengan mengedepankan Hak Asasi Manusia.
Dalam rangka mewujudkan pelayanan publik berbasis HAM, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menggandeng Friedrich Naumann Stiftung (FNS), sebuah Non Government Organization (NGO) dari Jerman, menggelar Diseminasi Pelayanan Publik Berbasis HAM, Menuju Pelayanan Publik Inklusif: Pendaftaran Merek dan Perseroan Perorangan di Surabaya, Kamis (01/09/2022).
Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Hukum dan Kerja Sama (Karo Hukerma) Kemenkumham, Hantor Situmorang mengatakan, pembangunan persepsi masyarakat yang lebih positif terhadap kelompok rentan dan pemberian kesempatan yang inklusif bagi kelompok kelompok tersebut menjadi tujuan penting pemerintah.
“Pelayanan publik (di Kemenkumham) yang diberikan kepada masyarakat umum terus diupayakan agar memenuhi prinsip-prinsip hak asasi manusia. Implementasi prinsip-prinsip hak asasi manusia ini juga diupayakan dalam penyediaan peraturan dan layanan publik untuk mendukung UMKM dan anggota masyarakat yang kurang terlayani,” ucap Hantor saat membuka Diseminasi Pelayanan Publik Berbasis HAM.
"Seluruh pelayanan publik yang ada di Kemenkumham meliputi bidang Keimigrasian, Kekayaan Intelektual (KI), Hak Asasi Manusia, dan juga Administrasi Hukum Umum (AHU) seyogyanya berakar pada bingkai penghormatan, Pelindungan, Pemenuhan, Penegakan, dan Pemajuan Hak Asasi Manusia," tandas Hantor.
Lebih lanjut Karo Hukerma menjelaskan, P2HAM adalah pelayanan publik yang diselenggarakan oleh kementerian/lembaga yang berdasarkan kriteria pelayanan publik yang sesuai dengan hak asasi manusia. Selain itu, pelayanan publik juga harus berdasarkan peraturan perundang-undangan dalam rangka pemenuhan hak asasi manusia, baik hak sipil, politik, maupun hak ekonomi, sosial, dan budaya, serta hak-hak kelompok rentan.
"Pelayanan-pelayanan publik yang disediakan kepada masyarakat umum terus diupayakan agar dapat memenuhi prinsip HAM, yaitu pelayanan publik yang inklusif," papar Hantor.
Melalui diseminasi ini, lanjut Karo Hukerma, Kemenkumham mendapatkan masukan dan saran untuk meningkatkan pelayanan publik berbasis HAM, khususnya pada pelayanan Merek, dan Perseroan Perorangan.
"Kami berharap, Bapak/Ibu peserta diseminasi dapat memberikan masukan dan saran mengenai implementasi pelayanan publik berbasis HAM, yang pada akhirnya dapat meningkatkan pelayanan publik di lingkungan Kemenkumham kepada masyarakat” tutup Hantor.
Sementara itu Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Jawa Timur, Subianta Mandala menyampaikan bahwa Kanwil Kemenkumham Jawa Timur telah berupaya memberikan pelayanan publik berbasis HAM melalui penyediaan sarana dan prasarana bagi kelompok rentan.
“Kanwil Jatim berupaya agar seluruh UPT Pemasyarakatan dan Imigrasi menyelenggarakan pelayanan publik berbasis HAM,” jelas Subianta.
Dalam kesempatan tersebut, narasumber dari kelompok rentan Luluk Ariyantiny mengajak peserta kegiatan untuk belajar berinteraksi dengan kaum difabel. Masyarakat umum, khususnya petugas pelayanan publik seringkali tidak mengerti kebutuhan kaum difabel dan bagaimana berinteraksi dengan mereka.
“Kebijakan sudah bagus, SOP sudah ada, tapi jika petugasnya tidak bisa melaksanakannya, maka kelompok rentan juga tidak akan terlayani dengan baik,” tegas Luluk ketika menyampaikan materinya.
Kegiatan diseminasi ini dihadiri 60 orang peserta, yang terdiri dari kelompok rentan, pelaku UMKM dari berbawai wilayah di Jawa Timur, notaris, dan perwakilan pegawai Kanwil Kemenkumham Jawa Timur. Kegiatan ini terselenggara atas kerja sama antara Kemenkumham dengan Friedrich Naumann Stiftung yang telah terjalin sejak tahun 2015. (KLN, Editor: Zaka)