Jakarta – Pembinaan Anak yang bermasalah dengan hukum saat ini sudah tidak disamakan dengan pembinaan dengan orang dewasa yang bermasalah dengan hukum (narapidana dewasa). Pembinaan Anak yang bermasalah dengan hukum lebih difokuskan pada pendidikan berbasis budi pekerti. Dengan pembinaan dan pendidikan berbasis budi pekerti ini diharapkan mampu membentuk karakter anak yang kuat, dan mandiri, yang siap dan percaya diri saat kembali ke tengah-tengah keluarga dan masyarakat.
Pembinaan barbasis budi pekerti sesuai dengan konsep restoratif yang dicetuskanoleh Dr. Sahardjo pada tahun 1964, sebagai pengganti dari Sistem Kepenjaraan. “Perlakuan yang diberikan kepada narapidana hendaknya bersifat pembinaan, bukan pembalasan atau penjeraa. Pembinaan mengarahkan narapidana untuk tidak mengulangi tindak pidana, memperbaiki diri, dan setelah bebas bisa bermanfaat bagi lingkungannya,” tandas Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Bambang Rantam Sariwanto, yang menyampaikan sambutan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) yang berhalangan hadir.
Pembinaan bagi anak tentunya benar-benar khusus dan berbeda Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dewasa. Hal ini sesuai dengan diresmikannya Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) dan Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS) di Lembaga Pemasyarakatan Anak Arcamanik, Bandung, Jawa Barat pada tanggal 5 Agustus 2015 lalu. Hingga saat ini Direktorat Jenderal Pemasyarakatan terus meningkatkan pelayanan bagi narapidana anak, salah satunya dengan menyelenggarakan Konsultasi Teknis Model Pendidikan Layanan Khusus di LPKA dan LPAS di Graha Pengayoman, Gedung Sekretariat Jenderal Kemenkumham, Jakarta, Selasa (02/08/2016).
“Dengan dilaksanakannya kegiatan Konsultasi Teknis ini, diharapkan dapat menemukan model pendidikan layanan khusus, yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan anak yang berada di LPAS/LPKA,” ujar Bambang Rantam dalam acara yang bekerja sama dengan BRI, PT. Holcim, dan BNI 46.
Selain itu, Sekjen Kemenkumham mengharapkan adanya perhatian dan kerja sama dari semua stakeholder terhadap perlindungan anak secara nasional. “Seyogyanya perlindungan anak tidak hanya difokuskan pada anak-anak yang berada di luar proses hukum, tetapi mencakup anak yang berkonflik/bermasalah dengan hukum yang ada di LPAS/LPKA,” tutur Bambang. (Zaka. Ed: TMM. Foto: Windy)