Jakarta - Indonesia telah secara konsisten mempromosikan pembentukan Perjanjian Ekstradisi ASEAN yang mengikat untuk mencegah bentuk-bentuk kejahatan transnasional yang muncul secara mutliple dan kompleks karena perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.
Hal ini disampaikan Delegasi RI pada Pertemuan The 1st ASEAN Senior Law Official Meeting Working Group on the ASEAN Extradition Treaty (The 1st ASLOM WG on AET) yang dilaksanakan secara virtual.
Acara yang digelar 6-7 April 2021 ini diketuai oleh Singapura selaku penyelenggara dan dihadiri oleh seluruh Delegasi Negara Anggota ASEAN melalui video conference.
Delegasi Indonesia dipimpin Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum, Cahyo R. Muzhar selaku perwakilan Menteri Hukum dan HAM yang bertindak sebagai focal point dan otoritas pusat dalam penanganan ekstradisi di Indonesia.
Delegasi Indonesia ini beranggotakan perwakilan dari Kementerian Koordinator Polhukam RI, Kementerian Luar Negeri RI, Kejaksaan RI, Kepolisian Negara RI, dan Komisi Pemberantasan Korupsi RI.
Cahyo mengatakan bahwa upaya bersama untuk memerangi kejahatan telah menghasilkan perjanjian yang mengikat secara hukum kepada semua negara anggota, seperti konvensi ASEAN melawan perdagangan orang, konvensi ASEAN tentang penanggulangan terorisme, dan Perjanjian ASEAN tentang Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana.
" Pada tahun 2018 kami mengalami kemajuan yang signifikan dan berarti dalam menghasilkan Model ASEAN Extradition Treaty (MAET), yang telah disahkan oleh Pertemuan Menteri Hukum ASEAN ke-10 di Laos. hari ini, kami mengambil langkah lebih dekat untuk memenuhi tujuan itu." Kata Cahyo di Aula Legian I Gran Melia Hotel Kuningan Jakarta (6/4/2021).
Fokus pertemuan ini, sebagaimana diamanatkan oleh ASLOM ke-19, adalah merumuskan kerangka acuan untuk kelompok kerja mendatang pada pertemuan-pertemuan AET.
Selanjutnya pembahasan yang berisi unsur-unsur yang jelas dan ringkas, mencakup mandat, metodologi, frekuensi pertemuan, dan jangka waktu kelompok kerja ini dan draf teks negosiasi yang disetujui dari AET sebagai dasar negosiasi.
" Karena kami memiliki MAET yang merupakan hasil diskusi kami yang sangat panjang dan kemudian disepakati oleh semua negara anggota ASEAN sebagaimana disahkan oleh para menteri pada ASEAN Law Ministers Meeting (ALAWMM) ke-10 di Vientiane, Laos, Indonesia sangat menyarankan agar kami menggunakan MAET sebagai draf teks negosiasi AET. "tambah Cahyo.
Menurutnya, kesimpulan dari perjanjian ekstradisi ASEAN akan sangat berkontribusi pada pengembangan kerjasama regional yang lebih efektif dan memperkuat kapasitas regional dalam memerangi kejahatan di Asia Tenggara dan memfasilitasi langkah-langkah penegakan hukum di kawasan untuk mencegah impunitas bagi para pelaku kejahatan.
Sebagai Pimpinan Delegasi Insonesia, Cahyo berharap negara-negara anggota dapat bersikap luwes dalam melakukan pendekatan dalam semangat persahabatan dan kemitraan ASEAN guna memperkuat fondasi bagi masyarakat yang berbasis aturan dan damai, sejalan dengan komitmen yang telah dibuat sejak tahun 1976. (Komar, Foto: Yatno).