Jakarta – Mungkin saat ini di masyarakat Indonesia masih banyak yang belum mengerti manfaat dari Sertifikasi Indikasi Geografis (IG). Akan tetapi Direktorat Jenderal (Ditjen) Kekayaan Intelektual (KI) terus berjuang memberikan sosialisasi dan pelayanan kepada masyarakat, yang produk-produknya bermutu tinggi dan memiliki ciri khas yang tidak dimiliki oleh produk serupa di tempat yang lain. Kerja keras Ditjen KI juga tidak mengecewakan, karena tidak sedikit pula produk-produk yang sudah memiliki Sertifikasi IG. Dengan Sertifikasi IG, produk-produk yang telah terdaftar tidak hanya terlindungi secara hukum, akan tetapi membuka pintu bersaing di pasar dunia internasional pula.
Untuk lebih mensosialisasikan IG, Ditjen KI bekerja sama dengan Indonesia-Swiss Intellectual, Property Project (ISIP) menyelenggarakan Seminar Indikasi Geografis, Jumat 13 Mei 2016, di Restoran Potato Head, SCBD, dan Pasar Indikasi Geografis pada hari Sabtu - Minggu, 14 -15 Mei 2016 di Potato Head, Pacific Place Mall, lantai G, Jakarta. Dalam kegiatan tersebut Ditjen KI mengundang publik untuk mengenal dan merasakan kualitas cita rasa produk-produk IG Indonesia, sekaligus menyapa hangat para produsen dan pengrajin yang tergabung ke dalam Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG).
Dalam sambutan sekaligus membuka acara tersebut, Direktur Jenderal (Dirjen) KI Ahmad M. Ramli menyatakan, potensi produk IG Indonesia sangat luar biasa, karena memiliki keunikan tersendiri akibat pengaruh faktor alam, cuaca dan altitude. Produk khas tersebut dapat kita jumpai pada Ubi Cilembu, Kopi Kintamani, Kopi Gayo, Kopi Flores Bajawa, Kopi Toraja, Pala Banda, Vanili Alor, Beras Adan Krayan, Lada Putih Muntok, dan Garam Amed. Sejarah membuktikan bahwa bangsa asing datang dan menjajah negeri ini karena produk alam tersebut.
“Mari kita kembalikan sejarah dengan tidak mengingkari potensi alam. Kita lindungi anugerah yang berupa material-material Indikasi Geografis tersebut. Dengan demikian, kita bangsa Indonesia, dapat bersaing dengan bangsa-bangsa lain dengan menjadikan Indonesia menjadi pusat perdagangan rempah di dunia,” ujar Ramli saat membuka Seminar IG di Restoran Potato Head, Jakarta, Jumat (13/05/2016).
Dalam seminar ini membahas mengenai case study produk yang telah mendapat sertifikasi IG, antara lain Garam Amed, Kopi Arabica Flores Bajawa, dan Lada Putih Muntok. Semua narasumber senada, dengan Sertifikasi IG dan manajemen yang baik, penghasilan mereka menjadi berkali lipat, dan produk mereka mendapat perlindungan hukum.
Menurut Pak Ucon, perwakilan dari Lada Putih Muntok, setelah mendapat sertifikat IG dirinya menjadi lebih yakin akan produknya, dan mengetahui bahwa kualitas Lada Putih Muntok adalah lada dengan kualitas terbaik di dunia, dan sudah pasti memiliki nilai jual tinggi di pasaran. Tentu saja hal ini menumbuhkan minat para petani di Muntok untuk menanam lada putih. “Terbukti ada petani Lada Putih Muntok yang berhasil membeli rumah, mobil dari hasil menanam lada putih,” ujar Ucon.
Dan dengan adanya Sertifikasi IG, pihaknya tidak khawatir jika ada orang yang tidak bertanggung jawab mengklaim Lada Putih Muntok di tempat lain. “Kalau ada yang terbukti melanggar jelas hukumannya, denda dua milyar dan masuk penjara,” ujar Pak Ucon.
Selain itu, menurut Suwanda, perwakilan dari Garam Amed Bali, dengan adanya Sertifikasi IG, penghasilan dari para petani garam meningkat drastis. “IG sangat besar pengaruhnya, dulu sebelum mendapat IG, garam kami (Garam Amed Bali) hanya dihargai Rp 2000 per kilogram, disamakan dengan harga garam di pasaran. Setelah IG, sekarang Garam Amed dihargai Rp 25.000 per kilogram,” terang Suwanda.
Suwanda menjelaskan, harga yang diberikan setelah IG saat ini sudah sesuai, karena Garam Amed Bali punya keotentikan rasa, dan proses pembuatannya. “Garam Amed rasanya clean, tidak rasa pahit sama sekali, smooth, asin tidak menyerang. Proses pembuatannya juga sangat tradisional, tidak ada bahan kimia. Filtrasi dengan bambu, gayung yang kita gunakan terbuat dari tempurung kelapa, dan proses pengeringan dengan wadah terbuat dari batang pohon kelapa,” jelas Suwanda.
Dengan adanya seminar ini, diharapkan para petani atau produsen yang menghasilkan produk dengan memiliki kekhasan tersendiri dapat segera mendaftarkan untuk Sertifikasi IG. Dan kepada pengusaha juga mensupport para petani dan produsen agar mendukung dapat memasarkan produk bangsa lebih luas lagi. Terbukti dari study case pada seminar ini, produk yang telah mendapat sertifikasi menjadi lebih maju dan menguntungkan semua pihak, dan ekonomi Indonesia menjadi lebih baik lagi.
Adapun peserta seminar kali ini berjumlah 100 orang, berasal dari beberapa elemen masyarakat, yakni dari perwakilan Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG), Asosiasi Indikasi Geografis (AIG), Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Pemerintahan, Tim Ahli IG, Asosiasi Restauran dan Katering, Universitas dll. (Zaka. Ed: TMM)