Jakarta - Kehadiran Undang-Undang (UU) Cipta Kerja diharap akan memperbaiki kemudahan berusaha di Indonesia. Reformasi kemudahan berusaha, yang dalam bentuk pendekatan Omnibus Law, termasuk didalamnya mengurai benang kusut proses perizinan yang sudah sedemikian ruwetnya.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H. Laoly mengatakan hal ini merupakan sesuatu yang sangat visioner.
"(UU Cipta Kerja) satu lompatan yang memerlukan keberanian untuk mengambil keputusan tentang perubahan," kata Yasonna saat menjadi pembicara pada Focus Group Discussion Konsepsi dan Implementasi Sanksi dalam Peraturan Pelaksanaan UU Cipta Kerja.
Selama ini banyak investor yang merasa kesulitan saat ingin memproses perizinan dan investasi, karena proses perizinan usaha yang berbelit. Ditambah lagi adanya ego sektoral antara pemerintah pusat dan daerah.
"Otonomi daerah kita, kabupaten/kota, daerah, provinsi, yang melalui perda-nya kadang-kadang membuat masalah perizinan menjadi lebih ruwet," kata menkumham. "Maka untuk itu diperlukan suatu upaya yang reformatif," tambahnya.
"Maka kita melahirkan UU Cipta Kerja ini, terlepas dari kontroversi yang membayanginya, kami yakin bahwa ini sangat baik untuk kepentingan bangsa dan negara untuk memajukan perekonomian kita, dan tentunya pada gilirannya, menciptakan lapangan kerja yang luas," ujar Yasonna.
Terkait dengan sanksi, sebagai produk administratif, pelanggaran perizinan berusaha yang diatur dalam UU Cipta Kerja selayaknya dikategorikan sebagai pelanggaran administratif.
"Perizinan adalah tindakan administratif, maka pada dasarnya kalau pelanggaran perizinan itu haruslah sifatnya administratif," jelas Yasonna. "Itu filosofinya," tegas politisi PDI Perjuangan ini.
Pelanggaran administratif, sepanjang pelanggarannya tidak mengandung unsur mala verse (mengandung niat jahat), pengenaan sanksinya dalam UU Cipta Kerja dilakukan dengan prinsip ultimum remedium, yang mengedepankan pengenaan sanksi administratif daripada sanksi pidana.
"Kita tidak mengatakan tidak perlu sanksi pidana, karena kadang-kadang bisnis juga mau meng-extend keuntungan sebesar-besarnya, sehingga dapat berakibat K3L (Kesehatan, Keselamatan, Keamanan, dan Lingkungan)," ucap Yasonna. "Itu baru masuk ranah pidananya. Gradasinya nanti kita susun secara baik," tutupnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan dalam UU Cipta Kerja, tidak hanya berbicara dalam ekosistem investasi, tetapi juga kepastian perlindungan pekerja.
"Ini mendapatkan apresiasi dari lembaga internasional, menganggap Indonesia melakukan reform besar, dan Indonesia menjadi semakin kompetitif di pasar internasional," kata Airlangga, Selasa (22/12/2020)
Peranan hukum dalam pembangunan ekonomi, kata Airlangga, apabila hukum dapat menciptakan fungsi stability, predictability, dan fairness. Ketiga fungsi itu diperlukan dalam peningkatan iklim investasi, penciptaan lapangan kerja, dan transformasi perekonomian.
"Sanksi yang tepat akan mencegah pelaku usaha melakukan penyimpangan, dan apabila terjadi penyimpangan tidak mematikan pengembangan kegiatan usahanya," ujar Airlangga. "Pengaturan sanksi yang tepat dan jelas akan memudahkan aparat penegak hukum untuk pelaksanaannya," tandasnya. (Tedy, foto: Soni, Bowo)