Sleman - Kerja sama hukum internasional merupakan komponen penting dari penyelidikan atau penuntutan pidana, apalagi jika kegiatan kriminal tersebut melewati batas-batas negara. Salah satu komponennya adalah dengan membentuk Bantuan Hukum Timbal Balik (Mutual Legal Assistance/MLA) dalam masalah kriminal. MLA yang dioperasikan bersama dengan kerja sama hukum yang ada, adalah salah satu instrumen paling penting untuk investigasi lintas batas dalam penegakan hukum internasional.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H. Laoly, mengatakan dalam banyak kasus, akses ke informasi, dokumen, dan intelijen diperlukan agar otoritas penegak hukum berhasil mendeteksi, mencegah, dan menyelidiki kejahatan. "Dalam hal ini, saya yakin instrumen ini dapat mendukung upaya kolektif kita dengan meningkatkan efektivitas penegakan hukum negara-negara anggota ASEAN dalam penyelidikan dan penuntutan pelanggaran melalui kerja sama dan bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana," kata Yasonna, Selasa (23/04/2019).
Menurut Yasonna, kita harus mengakui bahwa kendala politik dan hukum di dalam setiap negara anggota membatasi kapasitas ASEAN untuk memfasilitasi kerja sama regional di Asia Tenggara. "Namun, kendala-kendala itu seharusnya tidak dipahami sebagai hambatan terhadap apa yang ingin dicapai oleh ASEAN, dimana ASEAN dapat menjalin kerja sama intra-regional yang lebih dalam dengan cara melengkapi masing-masing upaya nasional untuk mengembangkan hukum dan kebijakan mereka sendiri," jelas Menkumham di Yogyakarta.
"Saya sepenuhnya menyadari bahwa di wilayah kita (ASEAN) telah membuat kemajuan luar biasa dalam beberapa tahun terakhir dalam membangun instrumen hukum yang komprehensif untuk kerja sama penegakan hukum disemua tingkatan, tetapi masih banyak yang harus dilakukan," ujar Menkumham saat membuka pertemuan tingkat pejabat tinggi 9th Meeting of the Senior Officials on the Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters (Among Like-Minded ASEAN Member Countries) (SOMMLAT ke-9).
Saat ini masih terdapat beberapa tantangan dalam implementasi instrumen hukum yang ada, seperti bagaimana mengembangkan praktik terbaik untuk memungkinkan bantuan yang luas dan cepat, bagaimana meningkatkan efektivitas dan kinerja otoritas pusat dimasing-masing negara, dan bagaimana memanfaatkan teknologi terbaru untuk mendukung eksekusi permintaan MLA. "Untuk menghadapi tantangan-tantangan ini, tekad kuat dan upaya bersama kita bukan hanya masalah kebutuhan, tetapi juga keharusan," urai Yasonna.
Pemerintah Indonesia telah berkomitmen kuat untuk mengambil bagian dan terus memainkan peran penting dalam mempromosikan standar internasional untuk memerangi kejahatan lintas negara, termasuk perjanjian ekstradisi ASEAN sebagai langkah selanjutnya untuk memperkuat kerja sama penegakan hukum, dan mendukung kawasan ASEAN untuk memiliki "Perjanjian ASEAN dalam Bantuan Hukum Timbal Balik (dalam Masalah Pidana)" sebagai komponen penting untuk memerangi jaringan kejahatan global.
"Mari kita menempatkan komitmen kita ke dalam kerja-kerja praktis, seperti peningkatan MLAT (Mutual Legal Assistance Treaty) ASEAN ke dalam Perjanjian ASEAN, yang pada akhirnya akan mengarah pada keberhasilan kita dalam memerangi dan menekan kejahatan trans-nasional terorganisir," tutup Yasonna. (Tedy, foto: Zeqi)