Jakarta (6/3) Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM dipercaya menjadi tuan rumah pelaksanaan The 6“1 Asian Conference Correctional Facilities Architect and Planners (ACCF A) mulai tanggal 6-10 Maret 2017 di Hotel Pullman Jakarta. Ini merupakan konferensi arsitek dan perencana fasilitas Pemasyarakatan se-Asia untuk mendiskusikan tentang bangunan lembaga pemasyarakatan (lapas) dan fasilitas pendukungnya, khususnya menyangkut standar bangunan, design bangunan, dan kebutuhan fasilitas yang sesuai dengan perkembangan masyarakat.
Saat membuka kegiatan, Menkumham, Yasonna H. Laoly, mengakui Lapas kerap menjadi isu yang komplek dan menantang dari waktu ke waktu. Situasi ini disebabkan oleh berbagai situasi terkait fasilitas penjara serta over kapasitas. Ia meyakini setiap negara di dunia telah mengeluarkan banyak anggaran untuk menangani situasi seperti ini, tapi belum menemukan solusi yang tepat.
Sebagaimana halnya fasilitas penjara di berbagai bagian dunia, penjara di Indonesia mengalami kelebihan penghuni (overcrowded) yang cukup parah. Dengan keadaan yang demikian, tugas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan tidak berjalan dengan baik. Sebagai mana data yang ada menyebutkan bahwa, secara nasional, ada 210.721 orang dalam lembaga pemasyarakatan. Sementara itu, daya tampung keseluruhan adalah 115.499 orang. Kenyataan ini semakin diperparah dengan kenyataan bahwa jumlah petugas sipir penjara jauh di bawah angka standar yang ditentukan untuk menjalankan tugas pokok dan fungsi secara baik. Salah satu cara pengurangan kelebihan penghuni itu adalah dengan membangun fasilitas-fasilitas tahanan baru.
“Situasi ini tidak bisa diatasi dengan sekejap mata, namun harus dikelola dengan sebaik-baiknya dengan melibatkan sejumlah elemen dan strategi, termasuk program rehabilitasi, strategi keamanan, dan struktur bangunan,” tutur Yasonna.
Menurut Menkumham, tata kelola Pemasyarakatan bukan tentang menunjukkan kekerasan dan menakuti para penghuninya, tapi bagaimana merawat mereka sesuai dengan aturan kemanusiaan. “Pemasyarakatan bukan lagi untuk menghukum, tapi merubah. Bukan lagi memenjarakan, tapi merehabilitasi,” tambahnya.
Untuk itu, ia berharap ACCFA 2017 bisa menjadi ajang diskusi dan pertukaran infomasi dalam menangani permasalahan kepenjaraan di antara negara-negara Asia Pasifik, bahkan memberlakukan strategi dari negara lain untuk mengatasi persoalan yang kerap terjadi selama ini demi menemukan cara terbaik dalam mengelola Pemasyarakatan kedepannya.
Terakhir Menkumham berharap momen ini bisa memperkuat kerja sama kita, memberi ide-ide segar, mengembangkan rehabilitasi penghuni, serta memberi mereka kesempatan kedua untuk menjadi warga negara yang beradab.
Turut dalam kegiatan ini ada sejumlah agenda yang dibahas dalam ACCF A 2017, yaitu pembahasan isu lapas saat ini, teknologi dalam aspek Pemasyarakatan yang efektif dan efisien, kolaborasi antar arsitek/perencana/stakeholder terkait situasi Pemasyarakatan, merancang Pemasyarakatan yang humanis sesuai dengan instrumen dan rekomendasi internasional, serta merancang Pemasyarakatan bagi kelompok tertentu.
Sebagaimana diketahui Konferensi arsitek dan perencana fasilitas pemasyarakatan se-Asia ini bertujuan membahas tentang bangunan lembaga pemasyarakatan dan pendukungnya, khususnya menyangkut standar bangunan, rancangan bangunan, dan kebutuhan fasilitas yang sesuai dengan perkembangan masyarakat. Hadir dalam kegiatan ini 175 peserta dari Negara ASEAN, Korea, Jepang, Srilanka, Bangladesh, dan Papua Nugini, ditambah dengan peserta dari organisasi-organisasi internasional seperti Palang Merah Internasional (International Committee of the Red Cross, ICRC), UNAFEI, dan UNOPS. (Asep, edit : Dedet, Foto : Zeqi)