Tangerang Selatan - Penggunaan media sosial (medsos) di Indonesia terus berkembang. Lahirnya medsos menjadikan pola perilaku masyarakat mengalami pergeseran, baik budaya, etika, dan norma yang ada. Belakangan, munculnya ragam kabar bohong (hoaks) yang meresahkan publik, membuat pengguna medsos harus cerdas dalam mengoptimalkannya sebagai sarana penyampaian informasi yang baik.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang bekerja sama dengan Friedrich Naumann Stiftung (FNS) menyelenggarakan kegiatan Seminar Pemanfaatan Media Sosial. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pegawai Kemenkumham pada khususnya, dan masyarakat pada umumnya, untuk mengoptimalkan penggunaan medsos menjadi lebih baik.
“Maraknya hoaks merupakan contoh dari dampak negatif medsos. Bahkan masyarakat sering kali dihadapkan pada narasi yang negatif, sehingga hal ini menggiring opini terbentuknya persepsi negatif di masyarakat,” kata Rini Wulandari, Plh. Kepala Bagian Kerja Sama Luar Negeri (KLN), Biro Humas, Hukum dan Kerja Sama Kemenkumham saat membuka kegiatan.
Adanya medsos, kata Rini, memungkinkan pemerintah berinteraksi secara langsung dengan masyarakat. Baik menginformasikan kebijakan yang akan berlaku, maupun memberikan informasi penting dengan cepat. Pemerintah juga dapat melihat secara langsung dampak dan opini publik tentang kebijakan yang telah dikeluarkan.
“Selain itu, akses langsung publik secara online kepada pemerintah menjadi faktor pendukung terciptanya pemerintahan yang baik dan transparan,” kata Rini, Kamis (15/10/2020) pagi di Hotel Santika Premiere Bintaro, Tangerang Selatan.
Menurut Plh. Kepala Bagian Humas, Biro Humas, Hukum dan Kerja Sama Kemenkumham, Fitriadi Agung Prabowo, humas pemerintah cenderung tidak siap dalam menghadapi hoaks di medsos. “Kita (humas pemerintah) selalu gagap dan kelabakan dalam menghadapi isu-isu (hoaks) di medsos,” ujar Fitriadi.
Lebih lanjut, pria yang akrab disapa Dedet ini menyarankan perlunya dilakukan evaluasi secara berkala dalam pengelolaan medsos. “Tidak hanya isu, tapi juga bagaimana kita dalam mengelola konten-konten yang baik, seperti infografis dan videografis,” jelasnya.
Sebelumnya, Pranata Humas Ahli Muda, Zakaria dalam laporan pelaksanaan kegiatannya mengatakan kegiatan ini berlangsung selama dua hari, 15 hingga 16 Oktober 2020, dan dilakukan secara tatap muka (offline), online, serta melalui Zoom Meeting dan YouTube streaming.
“Jumlah peserta secara tatap muka sebanyak 50 orang, terdiri dari perwakilan humas di Unit Eselon I di lingkungan Kemenkumham, perwakilan Biro Humas, Hukum, dan Kerja Sama, dan mahasiswa,” kata Zakaria. Sedangkan peserta yang mengikuti kegiatan melalui Zoom Meeting diikuti oleh perwakilan 33 Kantor Wilayah Kemenkumham dan masyarakat.
Sementara itu, Program Officer FNS Indonesia sekaligus Penanggung Jawab Kerja Sama FNS–KLN Kemenkumham, Aurelia Citra, menjelaskan FNS yang didirikan pada 1958 dan beroperasi di Indonesia sejak 1969, telah bekerja sama dengan mitra-mitra lokal, dan berfokus pada pendidikan kewarganegaraan, khususnya pada topik-topik hak asasi manusia, demokrasi, rule of law, dan good governance.
“Kegiatan pemanfaatan medsos ini menjadi bentuk penguatan demokrasi dan good governance,” kata Aurelia. “Bahkan, pemanfaatan medsos juga dilakukan dalam dunia politik pemerintahan,” ujarnya. (Tedy, foto: Dito, Aji)