Jakarta - Pencapaian Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas hasil pemeriksaan laporan keuangan di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) adalah sebuah kewajiban yang harus dipenuhi.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H. Laoly menegaskan sudah menjadi kewajiban dan tanggung jawab setiap kementerian/lembaga (K/L) negara, tidak terkecuali Kemenkumham, untuk menyusun laporan keuangan sesuai dengan kaidah Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang berlaku.
“Laporan keuangan merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban K/L dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,” kata Yasonna. “Dalam hal ini, setiap K/L wajib menyusun dan menyampaikan laporan keuangan,” tambahnya.
Selanjutnya, laporan keuangan tersebut akan diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Pemeriksaan tersebut sebagai bagian dari upaya pemerintah dalam menjaga akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan negara. Hasil akhir dari pemeriksaan laporan keuangan K/L nantinya berupa opini atas kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan.
“Kemenkumham telah memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI atas laporan keuangan, sejak tahun 2011 hingga tahun 2019 dengan berbagai fluktuasinya, mulai dari opini WTP dengan Paragraf Penjelasan (WTP-DPP) hingga opini WTP Murni,” jelas menkumham saat memberikan sambutan pada kegiatan Entry Meeting Pemeriksaan BPK atas laporan keuangan Kemenkumham Tahun 2020.
Perolehan opini WTP inilah yang telah membawa Kemenkumham berhasil menyandang penghargaan dari Menteri Keuangan sebagai kementerian yang berhasil meraih opini WTP dari BPK RI selama 10 kali berturut-turut. Yasonna menegaskan opini laporan keuangan WTP yang telah diperoleh saat ini adalah hasil kerja keras seluruh jajaran Kemenkumham.
Tentunya, Yasonna berharap agar capaian opini WTP ini mampu dipertahankan di tahun 2020 hingga tahun-tahun berikutnya.
“Mungkin saja ke depannya, Kemenkumham akan memperoleh penghargaan 15 kali atau 20 kali opini WTP berturut-turut, atau bahkan lebih,” harapnya, Kamis (11/02/2021) pagi di Graha Pengayoman Kemenkumham.
Sementara itu, Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara I BPK, Hendra Susanto mengatakan BPK bertugas dan berwenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara untuk seluruh pemangku kepentingan. Kemenkumham, kata Hendra, berada dalam wilayah pemeriksaan Auditorat Keuangan Negara I bersama dengan 19 K/L lainnya.
“Pemeriksa (BPK) harus membangun komunikasi yang efisien dan efektif di seluruh proses pemeriksaan, supaya proses pemeriksaan berjalan dengan lancar dan hasil pemeriksaan dapat dimengerti,” kata Hendra. “Kemudian, (hasil pemeriksaan tersebut) dapat ditindaklanjuti oleh pihak yang bertanggung jawab dan/atau pemangku kepentingan terkait,” tambahnya.
Pemeriksaan kinerja, ujar Hendra, bertujuan untuk menilai aspek ekonomi, efisiensi, atau efektivitas suatu instansi.
“Hasil dari pemeriksaan tersebut adalah simpulan dan rekomendasi atas aspek kinerja yang dinilai,” tutupnya.
Tim Pemeriksa BPK nantinya akan memeriksa laporan keuangan Kemenkumham selama 95 hari, sejak Januari hingga Mei 2021, dengan memeriksa unit kerja di pusat dan dua kantor wilayah sebagai sampling. Kemudian pada April 2021 dilakukan Tripartit Asersi Final, dan bulan selanjutnya dilakukan exit meeting dan penyampaian laporan hasil pemeriksaan (LHP).
Hadir dalam kegiatan ini Wakil Menkumham, Eddy O.S. Hiariej; Auditor Utama Keuangan Negara I BPK RI sekaligus Penanggung Jawab beserta Tim Pemeriksa, Novy G.A. Palenkahu; Pimpinan Tinggi Madya; Staf Ahli Menteri; Staf Khusus Menteri; Penasehat Kehormatan Menteri; Pimpinan Tinggi Pratama; dan para pejabat pengelola keuangan dan Barang Milik Negara di lingkungan Kemenkumham yang mengikuti kegiatan ini baik secara langsung maupun daring. (Tedy, foto: Aji)