rss 48

Menuju Penyempurnaan RUU KUHP

20160804 UKI 1Jakarta – Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP) telah melalui pembahasan yang sangat panjang yang dilakukan antara pemerintah dengan DPR RI. Tak tanggung-tanggung, sejak tahun 1963 puluhan guru besar dan para akademisi, khususnya dibidang hukum pidana, bersama-sama menyusun naskah RUU KUHP. Hingga saat ini, RUU KUHP masih terus disempurnakan untuk mewujudkan kodifikasi hukum pidana nasional.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H. Laoly, mengatakan RUU KUHP sangat dinanti kehadirannya oleh seluruh masyarakat Indonesia. “RUU KUHP yang kami sampaikan ini merupakan penyempurnaan dari RUU yang pernah dibahas bersama antara pemerintah dan Komisi III DPR RI periode 2009-2014,” kata Menkumham, Kamis (4/8/2016). RUU KUHP yang disampaikan Menkumham mewakili Presiden pada 5 Juni 2015 ini terdiri atas dua buku yang berjumlah 786 pasal.

Namun demikian, kata Yasonna, penyempurnaan yang dilakukan pada RUU KUHP ini hanya meliputi hal-hal seperti teknik penyusunan, redaksional, dan konsistensi pengacuan pasal. “Relatif tidak ada perubahan atau penambahan substansi yang prinsipil, jika dibandingkan dengan naskah yang pernah dibahas bersama antara pemerintah dan Komisi III DPR periode 2009-2014,” tutur Yasonna di Graha William Soeryadjaya Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia (FK UKI).

Yasonna menerangkan, ada beberapa substansi pokok yang terkandung dalam RUU KUHP ini, antara lain pidana mati tidak lagi diatur sebagai pidana pokok, melainkan pidana yang bersifat khusus. “Pidana mati diatur dalam pasal tersendiri untuk menunjukkan bahwa pidana mati betul-betul bersifat khusus sebagai upaya terakhir (ultimum remedium) untuk mengayomi masyarakat,” jelas Yasonna saat memberikan keynote speech pada 'Seminar Nasional Rekodifikasi dan Adaptasi Unsur-Unsur Lokal dalam Rancangan KUHP' dengan tema 'Pandangan Pemerintah Mengenai Rancangan KUHP'.

Selain itu, dalam RUU KUHP ini perlu diatur mengenai masa transisi untuk memberikan ruang bagi pemerintah untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat, terutama bagi penegak hukum. “Pengaturan masa transisi juga bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi pemerintah untuk menyiapkan sarana, prasarana, dan sumber daya manusia dalam pelaksanaan pidana tutupan, pidana pengawasan, dan pidana kerja sosial,” ucap Menkumham.

Dalam seminar yang merupakan hasil kerja sama antara Fakultas Hukum (FH) UKI dengan Hanns Seidel Foundation ini menghadirkan pembicara seperti Guru Besar Emeritus FH Universitas Diponegoro, Muladi, dan Guru Besar FH Universitas Indonesia, Harkristuti Harkrisnowo. Sebelum kegiatan ini dilangsungkan, Direktur Jenderal Pemasyarakatan, I Wayan Kusmiantha Dusak, meresmikan Pusat Kajian Lembaga Pemasyarakatan (PKLP) FH-UKI di tempat yang sama. (Tedy, Ed: TMM, Foto: Zeqi)

20160804 UKI 2

20160804 UKI 3

20160804 UKI 4

logo besar kuning
 
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
PikPng.com school icon png 2780725    JL. Rasuna Said Kav 6-7 Kuningan
 Jakarta Selatan, DKI Jakarta - 12940
PikPng.com phone icon png 604605   021 - 5253004
PikPng.com email png 581646   Email Kehumasan
    rohumas@kemenkumham.go.id
PikPng.com email png 581646   Email Pengaduan
    pengaduan.setjen@kemenkumham.go.id

 

facebook kemenkumham   twitter kemenkumham   instagram kemenkumham   linked in kemenkumham   Youtube kemenkumham   rss kemenkumham