Bandung – Pada tahun 2015 yang lalu, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) berhasil melakukan penyerapan anggaran sebesar 84%. Hasil ini bisa dikatakan tidak buruk, akan tetapi penyerapan Kemenkumham di tahun 2015 tersebut sebagian besar dilakukan menjelang tahun 2015 berakhir.
“Tingkat penyerapan anggaran kita tahun lalu (2015) sekitar 84%, boleh dibilang tidak jelek-jelek amat. Tetapi kita Jungkir balik di akhir tahun/semester akhir (tahun 2015). Ini tidak boleh terjadi lagi!,” tandas Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenkumham Bambang Rantam Sariwanto saat memberikan arahan sekaligus membuka kegiatan Rekonsiliasi Data Laporan Keuangan Semester II Tahun Anggaran 2015 di Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM RI, di Hotel Grand Royal Panghegar Bandung, (09/02/2016).
Lebih lanjut Bambang mengatakan, penyerapan anggaran merupakan indikator awal penilaian kinerja. Terkadang kegiatan sudah berjalan tapi belum ada penyerapan karena belum menyelesaikan pertanggungjawaban. “Kita ini males mempertanggungjawabkan, padahal kegiatan sudah kita lakukan, akhirnya UP tidak bisa diambil lagi karena menunggu pertanggungjawaban UP yang sudah diambil, hal ini jadi memperlambat,” ujar Sekjen yang sering disapa dengan Pak BR.
Ke depan, lanjut Pak BR, untuk memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) seperti tema yang diusung ‘Kami Pasti Raih WTP’ tidak akan mudah. Ada empat syarat yang harus dipenuhi dalam laporan keuangan. “Pertama, laporan keuangan harus sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP); Ke dua, Kecukupan Pengungkapan; yang ke Tiga, kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan yang berlaku; dan yang terakhir, Harus sesuai dengan SPI (Sistem Pengendalian Internal) sehingga menghasilkan kegiatan yang efektif dan efisien,” jelas Sekjen.
Kemudian perhatikan syarat-syarat lain yang harus dipenuhi agar penyerapan anggaran cepat dilakukan, seperti penyelesaian tagihan apabila kegiatan sudah berjalan, rencana kas (rekas) yang harus dibuat dan dilihat defisiasinya. “Perbedaan margin yang terlalu jauh antara DIPA dan realisasi juga menjadi penilaian indikator kinerja kita,” kata Bambang.
Selanjutnya hindari segala kemungkinan yang dapat menghambat penyerapan, seperti kesalahan pengembalian, atau adanya retur Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) karena rekening yang dimasukkan salah. “Saya berharap kepada para teman-teman yang hadir di sini untuk semangat berjuang menyelesaikan laporan yang baik, akuntabel, dan dapat dipertanggungjawabkan. Semoga perjuangan Bapak/Ibu semua dapat menghasilkan laporan keuangan yang mendapat opini WTP. Salam Pembaruan!,” tandas Bambang Rantam.
Sebelumnya, Kepala Biro (Karo) Keuangan Sekretariat Jenderal (Setjen) Kemenkumham Siti Rokhaniah, menyampaikan laporan kegiatan rekonsiliasi yang dihadiri oleh 480 peserta ini. Kegiatan rekonsiliasi dilakukan untuk menghasilkan laporan keuangan yang kredibel, meminimalisasi perbedaan pencatatan validasi dalam laporan keuangan. “Sehingga tersusunnya laporan keuangan yang akurat, akuntabel, dan dapat dipertanggungjawabkan,” ucap Karo Keuangan. (Zaka. Foto: Zeqi)