Jakarta - Di era digital ini, siapa pun yang tidak mampu beradaptasi, maka harus bersiap diri untuk tertinggal. Termasuk juga dengan media. Media-media yang tidak siap dengan serbuan internet, dipastikan tidak akan mampu bertahan lama. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H. Laoly mengatakan perlunya kreativitas media untuk tetap mampu bertahan. Salah satunya adalah dengan cara konvergensi media.
“Konvergensi media adalah pengintegrasian atau penggabungan berbagai macam media ke dalam satu platform, melalui teknologi digital,” kata Yasonna. “Konvergensi media adalah sebuah metode yang menggabungkan tiga unsur C yaitu computing, communication, dan content,” ujarnya saat membuka kegiatan Seminar Nasional dalam rangka memperingati Hari Pers Nasional (HPN) Tahun 2021.
Konvergensi teknologi memungkinkan satu gawai mampu melakukan banyak hal, seperti bertelepon, mengirim e-mail, texting atau chatting, menonton video, membaca buku, dan lainnya.
“Konvergensi (media) barangkali menjadi alternatif yang perlu dipikirkan kedepan,” kata Yasonna dalam keynote speech yang bertemakan “Regulasi Negara dalam Menjaga Keberlangsungan Media Mainstream di Era Disrupsi Media Sosial”.
Beberapa contoh konvergensi telekomunikasi dan penyiaran yang kini bisa disaksikan antara lain: Internet Broadcasting Service, IPTV (Internet Protocol Television), VOD Service (Video-on-Demand), DVB (Digital Video Broadcasting), Data Broadcasting, Pay TV, Cable TV, dan sebagainya.
Di Amerika, kata Yasonna, selain melalui TV, Disney juga membuat siaran streaming program siarannya. NBC bekerja sama dengan YouTube.
“Di Indonesia juga sudah terjadi siaran televisi maupun radio dapat dinikmati secara streaming. Beberapa portal news juga menampilkan video atau bekerja sama dengan stasiun televisi,” ujarnya, Kamis (04/02/2021) siang di Graha Pengayoman Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Dalam konvergensi, selain kesiapan dari industri media, salah satu tantangan lain yang perlu diperhatikan adalah persoalan regulasi.
“Kita telah memiliki beragam regulasi terkait penyiaran, informasi, dan telekomunikasi,” ucap lelaki 67 tahun ini. “Tetapi, kita belum memiliki regulasi khusus terkait konvergensi. Semua pihak sepakat regulasi ini perlu ada,” tambahnya.
Sekarang muncul pertanyaan, apakah regulasi terkait konvergensi ini akan berdiri sendiri sebagai regulasi baru, atau cukup amandemen dari regulasi sebelumnya?
“Masing-masing memiliki banyak konsekuensi. Jika regulasi lama dipertahankan, tentu akan banyak sekali tambahan yang diperlukan,” kata Yasonna.
Jika regulasi baru harus disiapkan, tentu diperlukan energi dan sumber daya yang sangat besar untuk menyelesaikannya, sehingga regulasi baru tersebut bisa mengakomodir hal-hal baru yang sedang dan akan terjadi.
“Dalam periode lima tahun ini, RUU terkait konvergensi media tidak masuk dalam daftar prolegnas (program legislasi nasional). Tetapi jika ini kepentingan mendesak, prolegnas dapat kita evaluasi,” ujarnya.
“Walau regulasi belum ada, bukan berarti kita menolak konvergensi. Negara akan lebih diuntungkan jika membuka diri terhadap konvergensi media,” ucap mantan anggota DPR RI ini. “Namun demikian, regulasi sangat dibutuhkan sebagai kepastian hukum,” sambungnya.
Kemenkumham sebagai kementerian yang membantu presiden dalam penyelenggaraan pemerintahan negara di bidang hukum, terbuka lebar bagi siapa saja yang ingin memberikan masukan terkait konsep rancangan regulasi konvergensi media, dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan digitalisasi media dalam konteks bagaimana berhadapan dengan media mainstream, media konvensional, dll.
“Seminar yang hari ini kita laksanakan, merupakan bentuk dukungan dan partisipasi Kemenkumham terhadap Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dalam peringatan Hari Pers Nasional untuk mendapatkan berbagai masukan terkait regulasi yang kita perlukan,” kata menkumham.
Ketua Umum PWI Pusat, Atal S Depari yang juga hadir pada kesempatan ini memberikan apresiasi atas terselenggaranya kegiatan seminar ini.
“Suatu kehormatan luar biasa, kali ini kita bisa merayakan HPN bersama Kemenkumham dalam bentuk diskusi,” ujar Depari. “Ini adalah diskusi pertama untuk rangkaian HPN (tahun 2021), dan ini jadi topik diskusi yang sangat menarik dan sangat aktual,” sambungnya.
Depari mengungkapkan, melalui seminar ini diharapkan akan muncul ide-ide kreatif dan orisinal dalam mempertahankan eksistensi media-media mainstream yang ada dari disrupsi media sosial.
“Berbagai rekomendasi dari seminar ini diharapkan dapat menjadi salah satu poin penting dalam konvensi media PWI, sekaligus akan menjadi salah satu poin yang akan dilaporkan kepada Presiden Joko Widodo pada puncak peringatan HPN tanggal 9 Februari 2021,” jelas Depari.
Seminar nasional ini menghadirkan empat orang narasumber, yaitu Wakil Menkumham Edward O.S. Hiariej, Staf Ahli Ketua Umum PWI Wina Armada, CEO JPNN Auri Jaya, dan Wakil Ketua Dewan Pers Hendry Ch Bangun. (Tedy, foto: Aji, Yatno)