Jakarta – Salah satu prioritas Pemerintah Indonesia di tahun 2015 ini adalah pembentukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dimana KUHP yang ada sekarang masih merupakan peninggalan Belanda sejak tahun 1988. "Draf sudah selesai tapi dibutuhkan penguatan-penguatan pemerintah dalam prosesnya," jelas Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly saat menerima kunjungan delegasi dari yayasan politik Jerman Hanns Seidel Foundation (HSF) di ruang kerjanya, eks. Gedung Sentra Mulia Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Selasa (17/02).
Menkumham menyampaikan bahwa banyak sekali judicial review yang masuk ke Kemenkumham sebagai perwakilan dari Pemerintah dalam proses pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PP). "Perlu sekali penguatan kemampuan staf-staf guna membantu memberikan argumentasi dalam pembuatan dan pembahasan," tandas Yasonna.
Menanggapi pernyataan Menkumham, Pimpinan HSF Pusat Ursula Männle menjelaskan kerja sama bidang hukum yang sudah terjalin antara HSF dengan Kemenkumham khususnya dengan Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan diantaranya adalah pelatihan legal drafting, litigasi, dan penyusunan modul. Menkumham mengusulkan, penguatan legal drafter di daerah perlu dilakukan mengingat tenaga perancang Peraturan Daerah (Perda) masih lemah. Selain itu perlu adanya sistem untuk sinkronisasi seluruh PP yang ada di Indonesia.
Pada akhir pertemuan, HSF menyampaikan ucapan terima kasih atas kerja sama yang telah terjalin dengan baik. "Mudah-mudahan ke depannya, kita dapat meningkatkan kerja sama ini," tutup Yasonna. Hadir dalam pertemuan tersebut Sekretaris Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Suwandi dan Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama Luar Negeri Ferdinand Siagian. Hadir mendampingi Pimpinan HSF Pusat, Parlemen Negara Bagian Bavarian/Jerman Barbara Stamm dan Direktur HSF Jakarta Ulrich Klingshirn. (Yayuk, Rena, Dok: Rena, Ed: Tedy)