"KPK selalu seksi diperbincangkan publik", kata Plantino berbisik kepada saya sambil terus membaca ruang media sosial yang riuh rendah menyambut berita bebas bersyaratnya Antasari Azhar, mantan Ketua KPK, tepat pada hari pahlawan, 10 November 2016.
"Mengapa kau menggerutu", tanyaku memperjelas bisik bisiknya.
"Saya bingung mengapa begitu hebohnya media sosial memberitakan masalah ini," katanya. Lalu ia bertanya, "Bagaimana seharusnya media memerankan fungsi sosialnya itu?"
"Sangat bergantung kepada nurani manusia yang menjalankan media sosial itu," kataku sambil menambahkan jangan terlalu cepat percaya pada berita di media sosial, kita perlu melakukan crosscheck kebenaran berita itu dulu.
"Selain menjadi penjaga nilai-nilai demokrasi, media sosial juga bisa menjadi alat memprovokasi pembacanya melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Bisa baik tapi bisa juga buruk," saya menjelaskan.
Besar dan antusiasnya pemberitaan di media sosial terhadap seseorang bergantung pada sosok kredibilitas yang melekat pada orang tersebut. Mantan ketua KPK tentu sangat seksi untuk diberitakan bahkan secara berlebihan sekalipun.
Apalagi mantan Ketua KPK Antasari Azhar memang sangat menarik perhatian publik. Sekalipun sesungguhnya, sebagai manusia biasa ia ingin menikmati kebebasannya bergabung dengan keluarga dan sahabat sahabatnya lebih cepat.
Bebas bersyarat adalah jembatan untuk bebas secara penuh menjadi manusia biasa sama dengan orang lain.
"Tapi, coba lihat perkembangan pemberitaan media sosial seminggu terakhir, jurus framing memanaskan suasana untuk kepentingan politik jangka pendek kelompok tertentu menjadi pilihan yang dipilih media sosial, entah itu sengaja atau tidak sengaja. Upaya untuk menciptakan iklim yang sejuk dan tidak berisik rasanya selalu menemukan lubang penghambat, yang diantaranya tercipta dari media sosial," kata Plantino setengah menggugat sambil menunjukkan contoh kumpulan link berita yang banyak beredar di media sosial dan grup Whatsapp yang juga masif disebarkan.
Misalnya yang berjudul "Antasari Didorong Bongkar Dugaan Kaitan SBY dengan Kasusnya", "Ketika Antasari Mulai Menyinggung Perlakuan SBY kepadanya", "Antasari Azhar: Jangankan Mengundang SBY, Terpikir Saja Tidak", "Antasari: JK Sahabat Sejati, SBY 'Say Hello' Aja Enggak saat Saya di Penjara", dan lainnya.
Kaget juga saya membaca semua link media sosial itu. Sepintas tidak ada masalah dengan semua pemberitaan itu. Tetapi kalau dilihat dan dibaca secara menyeluruh terlihat ada pola framing yang diarahkan untuk membuat kontroversi dan menjadikan Antasari Azhar untuk kepentingan politik jangka pendek kelompok tertentu untuk menyalahkan pemerintahan sebelumnya.
Alih-alih mendukung dan membantu Antasari Azhar untuk menikmati kebebasan bersyaratnya, yang terjadi justru penggiringan opini memanaskan kondisi politik yang suhunya memang menaik.
Antasari Azhar secara implisit sebetulnya telah mengatakan tidak akan memanaskan suasana yang secara opini bersifat spekulatif.
Artinya dari sisi Antasari Azhar pada dasarnya sudah tidak ingin meributkan masalah ini lagi. Tetapi, tidak ada jaminan media sosial tidak memberitakan hal ini. Sekali lagi di situlah seksinya berita ini. Antasari Azhar adalah mantan Ketua KPK.
Inkracht
"Kasus Pak Antasari sudah inkracht dan sudah dijalaninya sebagian besar," kataku menjelaskan kepada Plantino. Jadi beliau berhak untuk mendapatkan bebas bersyarat, sebuah fasilitas hukum yang disediakan undang-undang."
Jika kita menelusuri media, mudah kita temukan catatan kasus Antasari Azhar sebagai terpidana kasus pembunuhan yang terjadi pada tahun 2009. Ketika itu beliau divonis bersalah 18 tahun penjara atas pembunuhan bos PT Putra Rajawali Bantaran, Nasrudin Zulkarnain.
Ini adalah perjalanan kasus Antasari:
- 14 Maret 2009, Direktur Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen tewas ditembak di dalam mobil sedan dengan nomor polisi B 191 E seusai bermain golf di Padang Golf Modernland, Tanggerang.
- 4 Mei 2009, Antasari ditetapkan tersangka oleh polisi setelah penyidik memeriksa para tersangka. Penetapan tersangka Antasari disampaikan Kapolda Metro Jaya yang saat itu dijabat Irjen Pol Wahyono. Menurut polisi, pembunuhan Nasrudin bermula dari terkuaknya pertemuan antara Antasari dan seorang caddy golf bernama Rani Juliani di Kamar 803 Hotel Grand Mahakam, Jakarta Selatan.
- 4 Mei 2009, Antasari ditahan di rumah tahanan Narkoba Polda Metro Jaya.
- 7 Mei 2009, Antasari diberhentikan sementara sebagai pimpinan KPK. Keputusan Presiden pemberhentian sementara Antasari ditandatangani Presiden ketika itu Susilo Bambang Yudhoyono.
- 25 Agustus 2009, perkara Antasari dilimpahkan ke Kejaksaan setelah berkas perkara dinyatakan lengkap oleh jaksa.
- 28 September 2009, kasus Antasari dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk disidangkan.
- 8 Oktober 2009, sidang perdana kasus Antasari digelar dengan agenda pembacaan dakwaan.
- 11 Oktober 2009, Antasari diberhentikan secara tetap dari jabatannya oleh Presiden.
- 19 Januari 2010, Antasari dituntut hukuman mati oleh jaksa yang dipimpin Cirus Sinaga. Jaksa menganggap Antasari terbukti terlibat bersama-sama terdakwa lain membunuh Nasrudin.
- 11 Feb 2010, Antasari divonis 18 tahun penjara oleh majelis hakim yang dipimpin Herry Swantoro dengan anggota Nugroho Setiadji dan Prasetyo Ibnu Asmara. Antasari dan jaksa penuntut umum mengajukan banding.
- 17 Juni 2010, putusan banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan putusan PN Jakarta Selatan. Majelis hakim banding diketuai Muchtar Ritonga dengan hakim anggota NY Putu Supadmi dan I Putu Widnya.
- 21 September 2010, kasasi Antasari dan JPU ditolak Mahkamah Agung. Vonis Antasari tetap 18 tahun penjara. Putusan dijatuhkan majelis hakim dengan Ketua Artidjo Alkotsar serta anggota Mugihardjo dan Suryadjaja.
- 3 Januari 2011, Antasari dipindah dari Rutan Narkoba Polda Metro Jaya ke Lapas Cipinang. Namun, pada hari yang sama, ia dipindahkan ke Lapas Tangerang.
- 13 Februari 2012, Mahkamah Agung menolak permohonan peninjauan kembali yang diajukan Antasari. Putusan itu diambil majelis hakim dengan Ketua Harifin A Tumpa serta anggota Djoko Sarwoko, Prof Komariang E Sapardjaja, Imron Anwari, dan M Hatta Ali.
- 6 Maret 2014, Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji materi Pasal 268 ayat 3 KUHAP yang diajukan Antasari. Dengan putusan MK itu, peninjauan kembali bisa dilakukan lebih dari sekali.
- 14 Agustus 2015, Antasari mulai menjalani asimilasi setelah menjalani setengah masa pidana. Antasari bekerja di kantor notaris Handoko Salim di Tangerang. Setiap hari kerja, yaitu Senin sampai Jumat, Antasari berangkat ke kantor notaris dari lapas dan mulai kerja pukul 09.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB. Selama di luar lapas, Antasari mendapat pengawalan ketat dari pihak lapas.
- 10 November 2016, Antasari bebas bersyarat setelah melewati dua pertiga masa pidana.
Dari kronologis perjalanan kasus tersebut kasus Antasari Azhar adalah kasus murni pidana pembunuhan yang telah melewati proses hukum secara penuh dan utuh. Mulai dari Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Mahkamah Agung, hingga peninjauan kembali, Antasari telah dinyatakan bersalah.
"Saya juga membaca salinan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 71/PID/2010/PT.DKI, majelis hakim banding tersebut bahkan mengatakan bahwa Antasari Azhar lebih tepat menyandang predikat sebagai aktor intelektual dalam kasus pembunuhan berencana tersebut," kata Plantino sambil terus menatap layar kaca laptopnya.
"Kalau begitu, rasanya cukup sulit diterima ketika Antasari Azhar disebut sebagai korban krimininalisasi, sebab istilah tersebut justru mencederai marwah hukum Indonesia itu sendiri," kata Plantino menambahkan dan memotong penjelasan saya.
Bebas Bersyarat
Seperti namanya bebas bersyarat, tentu ada syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat disebut bebas.
Pembebasan bersyarat dikenal di hampir semua sistem peradilan pidana. Sistem hukum di Inggris dan Amerika Serikat mengenalnya dengan sebutan parole, sedangkan di Belanda menyebutnya vervroegde invrijheidstelling.
Memang dalam hukum positif di Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan sudah secara tegas mengamanatkan bahwa setiap narapidana berhak mendapatkan pembebasan bersyarat.
Kemudian Undang-Undang Pemasyarakatan tersebut dipertegas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yang di inisiasi oleh Menteri Hukum dan HAM Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II yakni Amir Syamsuddin.
Kemudian tata cara pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 21 Tahun 2016 tentang Perubahan Permenkumham Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.
"Pemerintahan SBY yang tergabung dalam Kabinet Indonesia Bersatu Jilid 1 melahirkan sejumlah peraturan-peraturan progresif yang berdampak cukup signifikan, secara khusus kepada sistem pemasyarakatan di Indonesia," ucap saya sambil mengingat kembali prestasi pemerintahan SBY saat periode pertamanya.
Saat itu terjadi over capacity di hampir seluruh Lapas di Indonesia. Andi Matalatta sebagai Menteri Hukum dan HAM saat itu menelurkan peraturan yang memudahkan pemberian Pembebasan Bersyarat melalui PERMENKUMHAM No. M.2.PK.04-10 Tahun 2007.
Menkumham saat itu ingin mengakhiri paradigma memelihara napi selama mungkin di penjara, yang salah satu dampaknya adalah over capacity tadi.
Sebelum dikeluarkan peraturan menteri tersebut, pembebasan bersyarat memiliki rumusan yang berbeda.
Salah satu yang diubah adalah pembebasan bersyarat yang sebelumnya dihitung sejak tanggal vonis pidananya di pengadilan menjadi terhitung sejak seorang narapidana ditahan, lalu dikurangi masa remisi dan hasilnya dihitung masa 2/3 nya. Itulah waktu jatuh tempo pembebasan bersyarat.
Hingga saat ini, pembebasan bersyarat menggunakan rumusan tersebut, sehingga dampak yang dirasakan adalah tujuan pemidanaan untuk memberikan kesempatan bagi narapidana melakukan resosialisasi dan dapat diterima oleh masyarakat lebih cepat.
Pada tahun 2008, tepatnya satu tahun setelah dikeluarkannya produk hukum kementerian hukum dan HAM mengenai pembebasan bersyarat tersebut, Dirjen Pemasyarakatan Depkumham yang dibawah pimpinan Untung Sugiyono saat itu menyatakan bahwa negara berhasil menghemat anggaran sebesar Rp 89,2 miliar.
Dari program masa pemerintahan SBY tersebut, biaya makan dapat dihemat hingga Rp 81,5 miliar dan dari indeks biaya kesehatan besaran penghematannya mencapai Rp 7,76 miliar.
Hal tersebut karena jumlah penerima pembebasan bersyarat pada tahun 2008 mencapai 16.728 napi.
Bisa dicabut
Secara umum, pembebasan bersyarat memberi hak kepada seorang napi untuk menjalani masa hukuman di luar tembok penjara.
Sesungguhnya pembebasan bersyarat ini bernilai edukatif, maksudnya adalah dengan memberi kesempatan kepada terpidana untuk memperbaiki dirinya.
Namun bukan berarti tanpa syarat dan menghilangkan status terpidana-nya, seseorang yang memperoleh pembebasan bersyarat harus tetap mematuhi sejumlah kewajiban yang masih melekat dalam dirinya sebagai seorang terpidana.
Apabila Antasari sebagai salah satu narapidana yang memperoleh pembebasan bersyarat tidak mematuhi aturan main yang telah tertulis di beberapa peraturan perundang-undangan, bukan tidak mungkin SK pembebasan bersyaratnya dapat dicabut.
"Sebagai catatan, pada tahun 2011 terdapat 298 orang narapidana yang dicabut SK Pembebasan Bersyaratnya dari 36.366 orang narapidana yang mendapatkan pembebasan bersyarat," kataku menambahkan.
"Apa fakta yang dapat dijadikan bukti untuk mencabut bebas bersyarat?" tanya Plantino lagi.
"Salah satu penyebab dapat dicabutnya SK Pembebasan Bersyarat seseorang narapidana adalah dimana seorang narapidana menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Memang tolak ukur suatu keresahan yang ditimbulkan seperti apa dan cakupannya seluas apa tidak ditemukan dalam peraturan perundang-undangan," saya jelaskan agak panjang.
"Jadi, kalau begitu apabila framing yang diciptakan oleh media sosial seperti beberapa contoh di atas dapat menimbulkan keresahan dan bukan tidak mungkin akan memperkeruh iklim politik di Indonesia, sehingga akan menjadi kerugian tersendiri bagi Antasari Azhar," tanya Plantino lagi.
"Ya begitulah. Oleh karena itu, jauh lebih bijak untuk tidak mampolitisasi bebas bersyaratnya Pak Antasari Azhar," kataku menyimpulkan jawaban pendek kepadanya.
Bebas bersyarat menurut perundangan bukan berarti sudah bebas sepenuhnya justru ada aturan main didalamnya yang pada taraf tertentu kebebasan bersyaratnya tersebut dapat ditarik kembali jika menimbulkan kegaduhan yang dapat memicu terganggunya ketertiban umum. Tentu hal itu akan langsung merugikan Antasari Azhar itu sendiri.
Pasal 16 ayat 3 KUHP mengingatkan bahwa atas perintah jaksa tempat dimana dia berada, orang yang dilepaskan bersyarat dapat ditahan guna menjaga ketertiban umum, jika ada sangkaan yang beralasan bahwa orang itu selama masa percobaan telah berbuat hal-hal yang melanggar syarat- syarat tersebut dalam surat pasnya. Jaksa harus segera memberitahukan penahanan itu kepada Menteri Kehakiman.
Ketertiban umum yang dimaksud mengharuskan agar yang dinyatakan bebas bersyarat itu menjaga ucapan dan menahan diri dalam memberikan pernyataan ke media yang dapat berpotensi menimbulkan kegaduhan yang dapat mengganggu ketertiban umum itu sendiri.
Apalagi menebar rumor-rumor politik yang menyatakan kasus Antasari Azhar dengan menyudutkan kelompok tertentu sehingga ada kelompok masyarakat yang tersinggung dan dapat memicu ketidaktertiban umum.
Memberitakan kasus Antasari Azhar sebagai korban kriminalisasi masa lalu tidak elok dan tidak pas, karena fakta hukum sudah selesai dituntaskan dan dijalani tinggal menunggu syarat bebas sedikit lagi menjadi benar-benar bebas.
Itulah makna bebas bersyarat, ada syarat syarat untuk dilakoni agar bebas menjadi penuh. Bebas bersyarat adalah jembatan menuju bebas yang sesungguhnya.
#salamnonangnonang
Editor | : Tri Wahono |