Taipei - Mewakili Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) untuk berpartisipasi dalam kegiatan Muslim Youth Exchange for South-East Asia 2017 di Taipei, Taiwan (Republic of China/ROC), 14 - 20 Mei 2017, yang diselenggarakan oleh Ministry of Foreign Affair (MOFA) ROC, banyak hal yg saya dapat. Selain menambah pengalaman ke luar negeri, dan menambah saudara dari negara Malaysia, Brunei Darussalam, Taiwan, & Indonesia tentunya, saya mendapat ilmu yg sangat berharga, baik dari Pemerintah Taiwan, maupun warganya.
Pemerintah dan warga Taiwan tahu betul bagaimana memanjakan wisatawan manca negara. Mereka paham sekali bagaimana mengelola dan menyiapkan infrastruktur di daerah kunjungan wisata, dan mereka dengan kerendahan hati mau belajar dari siapapun untuk menjadi lebih baik. Keramahan dan perhatian saya rasakan selama di pulau Formosa, nama lain dari Taiwan, yang dalam Bahasa Portugis artinya pulau yang indah, semua sangat natural, tidak dipaksakan. Mereka tidak segan-segan memberikan pertolongan jika kami membutuhkan sesuatu, tanpa melihat kita ini berasal dari mana, beragama apa, golongan apa. Hal ini menurut saya merupakan sebuah kebaikan jika hal ini dilakukan oleh setiap orang di muka bumi ini, dan hal ini pula yang menjadikan wisatawan ingin kembali mengunjungi Taiwan.
Belum lagi melihat tempat wisata yang ada, Pemerintah Taiwan telah mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik, kebersihan dijaga, segala potensi ditonjolkan sehingga menarik wisatawan untuk mengunjungi tempat tersebut. Semuanya terorganisir dengan rapih dan penuh perhitungan. Setiap tempat wisata pasti terdapat toilet yang bersih dan menampung banyak wisatawan, dan diakhiri dengan dijajakannya souvenir dan jajanan yang beraneka ragam (selalu di dekat pintu keluar tempat wisata).
Tempat wisata di Taiwan tidak seberapa dibandingkan dengan tempat wisata di Indonesia, tetapi bagaimana mereka mengembangkan potensi wisata tersebut. Terbukti dengan data di tahun 2016, Taiwan yang hanya memiliki luas 36.193 km², dan jumlah penduduk sekitar 23 juta orang, berhasil mencatatkan wisatawan manca negara sebanyak 10 juta wisatawan. Dibandingkan dengan Indonesia, yang memiliki luas 500 kali lebih besar dari Taiwan, yakni 1,9 juta km², dan populasi sekitar 200 juta lebih jiwa, hanya mencatatkan 12 juta wisatawan asing. Padahal tempat wisata di Indonesia tidak kalah bagus dari Taiwan, kita bahkan lebih banyak memiliki potensi di wisata alam. Jika dilihat dari penyediaan infrastrukturnya, seperti toilet, tempat sampah, dan tempat pedagang menjajakan dagangan, Taiwan sudah mempersiapkan hal hal tersebut lebih baik.
Masih di Taiwan, mereka tidak segan-segan untuk belajar dari orang lain. Dunia Pendidikan di Taiwan sudah sangat baik, sebagai contoh semua Universitas di Taiwan masuk 400 besar dunia (2016), Indonesia baru menempatkan dua saja. Mereka dengan pengalaman dan Dunia pendidikan yang tinggi mau menerima masukan dari kami, yang notabene bukan siapa-siapa dan tak seberapa ahli ini, untuk meningkatkan potensi wisata bagi Muslim di Taiwan.
Selain Pendidikan yg tinggi serta Infrastruktur yg bagus mereka juga membangun menjadi konsep tempat yang ramah bagi Muslim, mereka sangat concern dengan apa yang dibutuhkan oleh Muslim jika berada di Taiwan, contohnya petunjuk kiblat dan jadwal waktu sholat selama satu tahun di kamar hotel, dan label sertifikasi halal pada makanan.
Pemerintah Taiwan mendukung dan menyediakan akan kebutuhan makanan halal agar wisatawan muslim lebih nyaman berada di Taiwan. Disana ada lembaga yang memberi sertifikasi mendapat fee dari makanan halal yang diekspor ke luar negeri. Uang tersebut nantinya akan digunakan untuk kebutuhan Masjid-Masjid di Taiwan, kegiatan keagamaan Islam, dan aktifitas dalam pemberian sertifikasi, seperti akomodasi pengecekan proses pembuatan makanan di TKP. Semua itu dilakukan dengan transparan dan profesional oleh Pemerintah dan Warga Taiwan.
Meskipun saat ini belum sepenuhnya infrastruktur tempat wisata di Taiwan ramah dengan Muslim, seperti penyediaan Musholla atau ruang sholat, serta toilet dengan flusher untuk memudahkan Muslim melakukan istinja, tetapi tidak menutup kemungkinan di tahun depan, kebutuhan-kebutuhan tersebut disediakan secara bertahap.
Ngomong-ngomong tentang pendidikan, Pemerintah Taiwan juga sangat welcome dengan warga ASEAN yang ingin belajar dan mengajar di Taiwan. Pemerintah Taiwan juga memberikan berbagai bea siswa (untuk di Indonesia informasi lebih jelas dalat melalui kantor Pemerintah Taiwan di Indonesia, Taipei Economic Trade Office/TETO), sedangkan untuk pengajar juga banyak formasi yang tersedia, hanya saja sang pengajar harus bisa berbahasa Mandarin.
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Taiwan jumlahnya juga banyak. Menurut Direktur Divisi Pers dan Informasi TETO Jakarta Ismail Mae, total sekitar 250.000 orang Warga Negara Indonesia (WNI) saat ini berkerja di Taiwan. "Taiwan tidak membeda-bedakan gaji dan perlindungan hukum antara TKI dan warga negara Taiwan. Jika warga Taiwan bertindak melanggar hukum terhadap TKI, mereka akan dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku, begitu pula sebaliknya," tutur Ismail Mae saat memberikan briefing kepada peserta Muslim Youth Exchange for South-East Asia 2017, Jakarta, Kamis (4/05/2017). (Zaka Edit: Yay)