Jakarta - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H. Laoly menegaskan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja bukan untuk memihak kepentingan pengusaha, justru RUU tersebut dibuat untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Setidaknya ada tiga latar belakang yang mempengaruhi dibentuknya RUU itu.
Pertama, RUU tersebut dibuat untuk menguatkan serta mendorong pertumbuhan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). “Saya berharap tidak ada mis-interpretasi tentang ini adalah seolah-olah permintaan para pengusaha. No!,” tegas Yasonna saat memberikan sambutan dalam kegiatan Pertemuan Koordinasi Membangun Sinergi Penguatan Nilai-Nilai Pancasila dalam Kebijakan Pembangunan di Bidang Politik, Hukum dan Keamanan.
“(RUU) ini menyiapkan kita untuk menyerap tenaga kerja dengan membuka lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya. Tidak hanya yang besar, tetapi termasuk UMKM,” ujar Yasonna, Senin (17/02/2020).
Kedua, angka pengangguran di Indonesia saat ini yang mencapai tujuh juta jiwa. Ketiga, jumlah angkatan kerja baru setiap tahunnya terus bertambah. “Kita harapkan (RUU ini) bisa menanggulangi (kebutuhan) lapangan kerja. Sekarang ini angka pengangguran kita sebesar tujuh juta, dan mengantisipasi bonus demografi yang setiap tahun melahirkan angkatan kerja baru sebesar dua juta orang,” ujar Menkumham.
Banyaknya jumlah pengangguran dan bertambahnya angkatan kerja baru dari lulusan perguruan tinggi setiap tahun, seharusnya mampu diserap oleh pasar. Akan tetapi, hal ini harus didukung dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat. Saat ini setiap satu persen pertumbuhan ekonomi hanya bisa menyerap sekitar 400.000 tenaga kerja. “Ini harus diserap oleh pasar. Tanpa pertumbuhan ekonomi, kemampuan kita menyerap pasar hanya sedikit. Maka kita harus pacu terus,” ucap Laoly di Hotel Bidakara, Jakarta.
Menkumham juga mengatakan bahwa semua yang diatur dalam omnibus law salah satunya adalah menghilangkan tumpang tindih antar peraturan perundang-undangan. “Beberapa peraturan perundang-undangan di sektor sejenis maupun yang saling bertentangan, kita tata ulang melalui omnibus law. Efisiensi proses peluang pencabutan undang-undang. Sekali ‘pukul’ kita revisi sampai 70 RUU,” ungkap Menkumham. (Priska, ed: Tedy, foto: Zeqi)