Jakarta – Revisi terhadap Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (UU KUHP) sudah mendesak dan sangat penting diperbarui demi penyempurnaan sistem pidana di Indonesia. Namun begitu, Rancangan Undang-Undang KUHP (RUU KUHP) yang sekarang hampir selesai ini, dipandang sangat transparan pun demokratis.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Hukum dan Kerja Sama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Heni Susila Wardoyo, mengatakan saat ini pemerintah bersama pakar hukum, akademisi, lembaga bantuan hukum, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) masih memberikan ruang kepada publik, untuk memberikan masukan ke dalam RUU KUHP terhadap isu-isu aktual yang berkembang di masyarakat.
Sebanyak 12 kota sudah dan masih akan menggelar kegiatan diskusi publik dan sosialisasi terhadap RUU KUHP secara hybrid, yaitu secara fisik maupun virtual, sebagai wujud transparansi dan keterlibatan masyarakat. Ke-12 kota tersebut yakni Medan, Semarang, Denpasar, Yogyakarta, Ambon, Makassar, Padang, Banjarmasin, Surabaya, Mataram, Manado, dan terakhir di Jakarta.
“Dari sosialisasi yang dilakukan ini, pada dasarnya ingin memenuhi asas keterbukaan publik di dalam pembentukan peraturan perundang-undangan,” kata Heni saat melakukan Dialog Interaktif dengan RRI Pro 3, Selasa (25/05/2021) siang. “Karena memang asas keterbukaan publik itu adalah suatu keharusan,” tambahnya.
Melalui program acara yang bertajuk "Indonesia Menyapa" dengan tema “Perkembangan Penyusunan RUU KUHP", Heni menjelaskan bahwa diskusi publik dan sosialisasi yang dilakukan menunjukkan bahwa pemerintah telah melakukan keterbukaan yang luar biasa.
“Diharapkan tidak ada lagi masyarakat akan mengatakan bahwa proses pembahasan ataupun penyusunan RUU KUHP tidak transparan,” ujar Heni di Gedung RRI, Jl. Medan Merdeka Barat No.4-5, Jakarta Pusat.
“Beberapa isu krusial disampaikan semua (dalam diskusi). Disini menunjukkan bahwa pemerintah memang ada ketulusan di dalam pembahasan (RUU KUHP) ini,” ucap Heni yang juga hadir bersama Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM Bidang Hubungan Antar Lembaga, Dhahana Putra.
Heni menyadari, bahwa tidak semua lapisan masyarakat Indonesia dapat terjangkau, teredukasi, dan paham akan perubahan dalam rancangan ini. Namun begitu, masyarakat juga dapat berinisiatif untuk mencari tahu informasi seputar RUU KUHP yang merupakan perubahan dari warisan kolonial Belanda tersebut.
“Persoalannya, apakah ini bisa menjangkau seluruh rakyat Indonesia? Itu kan tentu mustahil. Tetapi sebenarnya jika masyarakat menghendaki itu, bisa mengakses, karena di Kementerian Hukum dan HAM sendiri juga ada website-nya yang yang merekam tentang perjalanan dari pembahasan rancangan undang-undang ini,” kata Heni. “Saya kira itu menjadi penting, itu poin dari sosialisasi ini,” tutupnya. (Tedy, foto: Zeqi)