Jakarta – Fenomena terbakarnya Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIB Bengkulu saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) tes urine, dan pengawasan orang asing menjadi perhatian serius para anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Dalam Rapat Kerja Komisi III DPR RI dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly, para anggota mempertanyakan peredaran narkotika, psikotropika, dan bahan aditif lainnya (narkoba) yang masih ditemukan di dalam lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan negara (rutan).
Para anggota Komisi III mengapresiasi tindakan dan statement Menkumham, yang mengumpulkan kepala lapas (kalapas) dan kepala rutan (karutan) untuk melakukan tes urine, serta akan menindak tegas pejabat/petugas yang terlibat narkoba dengan sanksi pemecatan dan proses pidana. “Tindakan bapak (Menkumham) memanggil kalapas dan karutan itu sudah bagus, tetapi harus didukung dengan tata kelola yang baik, SDM (sumber daya manusia) yang baik,” ucap pimpinan rapat Benny K. Harman di Ruang Rapat Paripurna, Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (11/04/2016).
Menurut Benny, Menkumham perlu melakukan evaluasi yang mendasar untuk menyelesaikan kasus peredaran narkoba di dalam lapas dan rutan. Kemudian lakukan kerja sama dengan pihak yang terkait. “Lakukan evaluasi, apa saja yang harus dibenahi, apa yang dibutuhkan, sampaikan kepada kami, kita bantu menyelesaikan,” kata Wakil Ketua Komisi III Fraksi Partai Demokrat.
Menanggapi hal tersebut, Menkumham mengatakan, beredarnya narkoba di dalam lapas dan rutan menjadi perhatian utama bagi dirinya. Oleh karena itu, Kemenkumham selalu bekerja sama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Kepolisian RI (Polri) dalam setiap sidak ke lapas dan rutan. “Dari bulan Februari sudah kita ingatkan, kalau nanti sampai ditemukan lagi (narkoba di dalam lapas dan rutan), tidak ada kata maaf, yang terlibat good bye,” tandas Menkumham.
Untuk menghindari beredarnya narkoba di dalam lapas dan rutan, lanjut Menkumham, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mengajukan alat untuk mendeteksi narkoba dan akan ditempatkan di lapas/rutan. “Alatnya cukup mahal, sekitar dua milyar untuk satu alat. Saat ini kita menyewa alat dari Polri dan Bea Cukai untuk mendeteksi narkoba,” jelas Yasonna.
Di bidang Imigrasi, pengawasan orang asing menjadi perhatian Komisi III DPR RI, terlebih saat ini sudah diberlakukan bebas visa untuk beberapa negara. Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi diharapkan mampu menghadapi arus kedatangan warga asing yang berkunjung ke Indonesia, terlebih terkait izin tinggal.
“Imigrasi harus siap, Jangan sampai ada penyalahgunaan izin tinggal. Dia masuk dengan bebas visa, tetapi dalam jangka waktu izin tinggal itu dia bekerja. Kemudian auto gate yang ada di bandara-bandara tidak bisa digunakan, orang-orang jadi harus mengantri lagi, ini juga harus dibenahi,” ujar Sufmi Dasco Ahmad, anggota Komisi III dari Fraksi Gerindra.
Mendengar hal tersebut, Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Ronny F. Sompie menyampaikan, bahwa Ditjen Imigrasi akan berupaya semaksimal mungkin untuk mengawasi orang asing yang ada di Indonesia. “Ditjen Imigrasi telah bekerja sama dengan instansi terkait, antara lain Polri, TNI, pemerintah kota, membentuk Tim Pora (Pengawasan Orang Asing) yang menjangkau kabupaten/desa. Diharapkan dengan dibentuknya tim ini dapat dengan efektif mengawasi setiap orang asing yang ada di Indonesia,” terang Ronny.
Kemudian Menteri Yasonna menambahkan, saat ini Ditjen Imigrasi sedang melakukan restrukturisasi sistem keimigrasian, seperti server, dan alat-alat yang terintegrasi, termasuk auto gate. “Restrukturisasi ini perlu waktu dan kehati-hatian. Jangan sampai sitemnya down, nanti pelayanannya terhenti,” kata Yasonna. (Zaka. Ed: TMM. Foto: Zeqi)