Jakarta - Fenomena political cyber bully telah mendorong atau menjerumuskan pesta demokrasi kita ke dalam kubangan cyber bullying dan cyber victimization. Dimana setiap kontestan politik mengerahkan segenap kekuatannya untuk menjadikan pihak lawan sebagai korban. Akibatnya adalah, pesta demokrasi yang seharusnya menjadi ajang pendidikan politik dan sarana rekruitmen putra-putri terbaik bangsa, menjadi turun kualitasnya.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Prof. Yasonna H. Laoly, mengatakan dengan menggejalanya cyber bullying dan cyber victimization, pesta demokrasi pun menjadi malapetaka sosial, karena menciptakan polarisasi yang keras di tengah masyarakat.
“Kita mengabaikan sisi positif dari internet, dan khususnya media sosial, untuk mengampanyekan segi-segi terbaik dari praktik berdemokrasi di era digital democracy, malahan justru menggunakannya untuk menggerogoti demokrasi itu sendiri,” ujar Yasonna saat mengikuti Rapat Senat Terbuka Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK), Rabu (11/09/2019) pagi.
Yasonna yang dalam kegiatan ini dianugerahi jabatan Guru Besar Ilmu Kriminologi oleh Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menjelaskan bahwa saat ini masih terbatas teori-teori kriminologi dan hasil-hasil penelitian empirik tentang cyber crime, cyber bullying, dan cyber victimization. Hal tersebut menjadi tantangan bagi para kriminolog, peneliti, dan ilmuwan sosial untuk menjelaskan fenomena ini lebih terang secara ilmiah.
“Kita berharap hadirnya era society 5.0 dapat memanusiakan kembali manusia dihadapan teknologi digital. Sehingga kasus-kasus kekarasan dan kejahatan di dunia maya, berupa cyber bullying dan cyber victimization, dapat direduksi,” ujar Menkumham saat memberikan Pidato Orasi Ilmiah Pengukuhan Guru Besar Ilmu Kriminologi dengan judul ‘Dampak Cyber Bullying dalam Kampanye Pemilu terhadap Masa Depan Demokrasi di Era 5.0’.
Sebabnya sederhana saja, lanjut Laoly, bahwa internet dibuat oleh manusia dan karena itu harus diarahkan menuju pemanfaatan yang lebih manusiawi. “Negara-negara maju sudah mengarah kesana (pemanfaatan internet yang manusiawi). Agar masa depan demokrasi sebagai modal sosial dapat menjadi energi postitif dalam memajukan, memakmurkan, dan mensejahterakan bangsa dan negara,” tutupnya. (Tedy, foto: Dudi, Zeqi, Komar)