Jakarta – Pelaksanaan hukum dimasa lalu sering menjadi alat kekuasaan. Tak hanya itu, hukum dikala itu juga bertentangan dengan prinsip demokrasi dan keadilan, sehingga tak jarang mengabaikan persamaan hak warga negara didepan hukum. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Bambang Rantam Sariwanto, mengatakan produk hukum dimasa lalu perlu ditinjau kembali melalui pengkajian atau penelitian untuk diorientasikan kepada kepentingan masyarakat.
“Pembentukan peraturan perundang-undangan, harus senantiasa responsif terhadap kepentingan masyarakat,” kata Sekjen di Hotel Mercure Convention Centre Ancol. Program pembentukan peraturan perundang-undangan baik dipusat maupun didaerah, lanjut Sekjen, harus didahului dengan kegiatan penelitian hukum. Melalui penelitian hukum nantinya dapat dijadikan sebagai bahan hukum dalam penyusunan peraturan daerah maupun peraturan perundang-undangan yang bersifat nasional.
Permasalahan lain terhadap berbagai peraturan perundang-undangan adalah masih adanya kendala, seperti terjadinya perbedaan penafsiran diantara sesama aparatur penegak hukum, praktisi, teoritisi, hingga perbenturan kepentingan. “Selain itu juga terjadi dis-sinkronisasi antar perundang-undangan, dan ketidakjelasan isi peraturan itu sendiri,” kata Bambang, Kamis (11/8/2016). Sehingga untuk mengatasi hal tersebut, kata Sekjen, perlu dilakukan suatu program yang bertujuan untuk menyamakan visi, misi, dan persepsi dengan membuat suatu dokumen resmi yang dijustifikasi oleh berbagai pihak.
Sekjen menilai penelitian hukum harus difokuskan pada permasalahan hukum dan kemasyarakatan yang berinteraksi dengan hukum pada tingkat daerah (lokal), nasional, regional, dan internasional. “Hal tersebut untuk mengetahui sejauh mana perundang-undangan memenuhi nilai-nilai filosofis, sosiologis, dan yuridis,” jelas Bambang saat membacakan keynote speech Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia pada Seminar Hukum Nasional Penelitian dan Kajian Isu Hukum Aktual dengan tema 'Urgensi Penelitian dan Pengembangan Hukum dalam Pembentukan Hukum Nasional'.
Sebelumnya, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia, Ambeg Paramarta, dalam laporannya mengatakan dalam seminar ini dihadiri oleh 160 peserta yang antara lain berasal dari biro hukum kementerian/ lembaga, forum komunikasi kelitbangan, peneliti, akademisi, lembaga swadaya masyarakat, dan praktisi. “Saya berharap seminar ini mendapat masukan yang konkret dalam pembentukan hukum nasional berdasarkan norma-norma pembentukan hukum yang baik,” kata Ambeg.
Seminar ini menghadirkan enam narasumber yang masing-masing kompeten dibidangnya, seperti Prof. Sunaryati Hartono, Prof. Enny Nurbaningsih, Prof. Widodo Ekatjahjana, Arsul Sani, Prof. Valerine Kriekhoof, dan Dr. Ahmad Ubbe. (Tedy, Foto: Bowo)