Jakarta – Pengesahan Undang-Undang tentang Penyandang Disabilitas merupakan langkah maju bagi indonesia, khususnya dalam rangka mengubah stigma terhadap penyandang disabilitas. Dengan demikian penyandang disabilitas wajib diberikan perlindungan dan dipenuhi hak-haknya sesuai amanat konstitusi. Hal ini disampaikan Direktorat Jendral Hak Asasi Manusia (Dirjen HAM) Kemenkumham Mualimin Abdi saat membuka kegiatan workshop Tanggung Jawab Negara Terhadap Penanganan Penyandang Disabilitas Mental (PDM) dalam Perspektif HAM di Graha Pengayoman gedung Kemenkumham, Kamis (6/12/2018).
“Kita semua menjamin bahwa Uudang-Undang tentang disabilitas dapat mewujudkan Indonesia ramah terhadap penyandang disabilitas baik dari sisi hak ekonomi, sosial dan budaya dan ini semua menjadi tanggung jawab pemerintah” Ucap Mualimin.
Menurutnya, Perlindungan dan jaminan hak tidak hanya diberikan kepada warga negara yang memiliki kesempurnaan fisik semata, justru perlindungan bagi kaum penyandang disabilitas memang harus diperlakukan dari waktu ke waktu menuju kepada sifat yang adil dan tanpa adanya diskriminasi.
“Masih banyak penyandang disabilitas memperoleh perlakuan diskriminasi dalam pemenuhan hak baik pendidikan, pekerjaan, dan fasilitas publik,” Tambahnya.
Perlindungan terhadap Penyandang Disabilitas Mental (PDM) terlihat dalam Undang- Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, khususnya Pasal 5 Ayat 3 disebutkan banwa "Setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh perlakuan negara dalam penghormatan, pemenuhan, perlindungan, penegakan, dan pemajuan HAM bagi penyandang Disabilitas, khususnya PDM.
Terminologi PDM menurut Undang-Undang No.8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas disebutkan bahwa PDM adalah terganggunya fungsi pikir, emosi, dan perilaku, antara lain: psikososial diantaranya skizofernia, bipolar, depresi anxietas, dan gangguan kepribadian dan disabilitas perkembangan yang berpengaruh pada kemampuan interaksi sosial diantaranya autis dan hiperaktif. Pada saat ini, sudah ada upaya nyata dari pemerintah terhadap panti-panti yang menampung PDM hanya saja belum maksimal dalam penanganannya, selain itu PDM masih mendapatkan perlakuan, diskriminatif, stigma, dan tersingkir dari lingkungan masyarakat.
Workshop ini dilaksanakan dalam rangka peringatan Hari Hak Asasi Manusia ke 70 yang jatuh pada tanggal 10 Desember 2018 dan Hari Disabilitas Internasional ke 26 yang jatuh pada tanggal 3 Desember 2018.
Acara ini dihadiri oleh 250 peserta yang terdiri dari perwakilan Kementerian/Lembaga, Organisasi Penyandang Disabilitas, Pusat Study HAM, Kepala Panti/Direktur Rumah Sakit Jiwa, Psikolog dan Psikiatri, Penggiat dan Pemerhati Disabilitas Mental dan unsur terkait lainnya.
Kegiatan ini juga menghadirkan narasumber antara lain Rahmat Koesnadi (Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Kementrian Sosial), Dr. dr. Fidiansjah, Spkj, MPH.(Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan NAPZA Kementerian Kesehatan, serta Yenni Rosa Damayanti (Ketua Perhimpunan Jiwa Sehat).
Diharapkan dengan workshop ini dapat meningkatkan perhatian atas permasalahan diskriminasi dan upaya penyelesaian, serta menampung masukan terkait pembentukan peraturan/Standard Operational Procedure yang komprehensif mengenai standar penanganan dan pelayanan pasien di panti-panti rehabilitasi yang berspektif HAM. (Komar, Rio. Foto: Zeqi).