Jakarta - Sejauh ini terhadap pelaksanaan 40 Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Rancangan Undang-Undang (RUU) Prioritas Tahun 2022, telah dihasilkan 12 Undang-Undang (UU). Pemerintah kemudian mengusulkan 4 RUU yang terdapat dalam daftar tunggu (waiting list) Prolegnas Prioritas Tahun 2022, dengan tetap mempertimbangkan kesiapan dan kebutuhannya, untuk dimasukkan dalam daftar Prolegnas Prioritas Tahun 2022 Perubahan.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H. Laoly mengatakan ke-4 RUU tersebut adalah RUU tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Perampasan Aset terkait Tindak Pidana, Perlindungan Konsumen, dan Paten.
Terkait RUU tentang Sisdiknas, nantinya RUU ini akan diarahkan menjadi UU pengganti dari UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, yang mengintegrasikan 3 UU yaitu UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, UU Nomor 14 Tahun 2015 tentang Guru dan Dosen, dan UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
“Norma-norma pokok dari ketiga UU tersebut diintegrasikan ke dalam satu UU, sedangkan norma-norma turunannya akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah,” ujar Yasonna dalam Rapat Kerja dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan Panitia Perancang UU DPD RI.
Yasonna berharap pengintegrasian UU ini akan membawa dampak positif pada dunia pendidikan, dan memberikan kepastian dengan adanya satu acuan yang terintegrasi dalam pengaturan pendidikan di Indonesia.
“Hal ini menghindarkan masyarakat dari potensi kebingungan saat adanya aturan yang tidak harmonis atau bertentangan satu sama lain,” jelasnya di Ruang Rapat Baleg DPR RI, Rabu (24/08/2022) petang.
Kemudian pada RUU tentang Perampasan Aset terkait Tindak Pidana, kata Laoly, sistem dan mekanisme yang berlaku mengenai perampasan aset terkait dengan tindak pidana, pada saat ini belum mampu mendukung upaya penegakan hukum yang berkeadilan. Sehingga diperlukan pengaturan yang komprehensif, transparan, dan akuntabel
Terkait RUU tentang Perlindungan Konsumen, revisi terhadap UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen saat ini telah mendesak dilakukan di tengah populernya kegiatan transaksi keuangan digital oleh masyarakat.
“Revisi ini perlu mencakup peran pihak ketiga yang berperan sebagai penghubung antara penjual dan konsumen, seperti e-commerce dan penyelesaian sengketa,” kata Yasonna.
“Selain belum diakuinya pihak ketiga dalam UU ini, aturan-aturan yang ada saat ini belum selaras dalam hal mekanisme ganti rugi dan pelaporan, sehingga diperlukan revisi agar konsumen tidak bingung, dan sekaligus untuk memperjelas tanggung jawab antara kementerian/lembaga terkait,” jelasnya.
Terakhir, perubahan parsial yang telah dilakukan terhadap UU Paten — yang dimasukkan ke dalam UU Cipta Kerja — di mana salah satu tujuannya adalah untuk mempermudah investasi, mendorong inovasi dan investasi.
“Urgensi perubahan terhadap UU Paten adalah untuk mengikuti perkembangan nasional, mengakomodir kepentingan nasional, mendorong Inovasi dan investasi, serta meningkatkan pelayanan masyarakat, dengan mempercepat prosedur pemeriksaan paten, perlindungan terhadap invensi yang sesuai dengan aturan internasional, serta transfer teknologi,” tandas menkumham. (Tedy, Nayla. foto: Aji)