Jakarta – Pemerintah bersama dengan DPR RI menyetujui atas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi UU. Perubahan tersebut mengatur beberapa pokok materi seputar hakim konstitusi dan anggota Majelis Kehormatan MK.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H. Laoly, mengatakan terdapat lima pokok materi yang tertuang dalam perubahan UU tersebut. “Pertama adalah (mengatur) tentang batas usia minimum dan usia maksimum hakim konstitusi,” jelas Yasonna saat membacakan Pendapat Akhir Presiden atas RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK dalam Rapat Paripurna di Gedung Nusantara II DPR RI.
Poin berikutnya adalah mengatur tentang persyaratan hakim konstitusi yang berasal dari lingkungan peradilan Mahkamah Agung dan batas waktu pemberhentian hakim konstitusi karena berakhir masa jabatannya.
“Kemudian, mengatur anggota Majelis Kehormatan MK yang berasal dari akademisi yang berlatar belakang di bidang hukum, dan legitimasi hakim konstitusi yang sedang menjabat terkait dengan dengan perubahan UU ini,” jelas Yasonna, Selasa (01/09/2020) siang.
Menkumham berharap pada RUU yang telah diselesaikan pembahasannya dalam Pembicaraan Tingkat I pada 31 Agustus 2020 lalu untuk menjadi landasan yuridis mengenai syarat untuk menjadi hakim konstitusi, syarat dan mekanisme pengangkatan, dan pemberhentian hakim konstitusi yang lebih baik secara proporsional, namun tetap konstitusional.
“Pengaturan mengenai jaminan kemerdekaan kekuasaan kehakiman di Indonesia, khususnya dalam konteks MK sebagai the sole interpreter and the guardian of the constitution, mutlak diperlukan agar peran MK sebagai penafsir tunggal dan penjaga konstitusi dapat lebih optimal sesuai harapan para pencari keadilan (justitiabelen),” ujar Menkumham. (Tedy, foto: Dudi)