Saint Petersburg - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna H. Laoly mempertanyakan kesungguhan Beberapa negara-negara dengan institusi keuangan dunia dalam membantu realisasi upaya asset recovery. Pernyataan tersebut disampaikan Senin, 2 November 2015 sore (pukul 21.30 WIB) pada saat Laoly menyampaikan pernyataan resmi Indonesia sebagai Ketua Delegasi Indonesia pada the 6th Conference of States parties to the United Nations Convention Against Corruption di Saint Petersburg, Rusia. Konferensi yang berlangsung sejak Senin Pagi hingga Jumat akhir pekan ini dihadiri oleh lebih dari 140 negara dan dipimpin oleh Menteri-Menteri Hukum dan Kehakiman. Turut hadir sebagai anggota Delegasi Indonesia antara lain Wakil Ketua KPK Zulkarnain, Staf Ahli Jaksa Agung Dachamer Munthe, Duta Besar RI untuk PBB di Wina Rachmat Budiman, Wakil Duta Besar RI di Moskow Nugroho Setyadie dan perwakilan dari berbagai instansi penegak hukum Indonesia.
Kritik Menteri Laoly ditujukan kepada lemahnya realisasi komitmen-komitmen yang dibuat oleh negara-negara pihak pada konferensi-konferensi sebelumnya. Laoly menyatakan bahwa memang benar perbedaan sistim hukum merupakan tantangan dalam asset recovery. Tapi Laoly optimis bahwa kunci keberhasilan asset recovery adalah political will dari negara-negara untuk bekerjasama dengan komunikasi intensif untuk menjembatani perbedaan sistim hukum tersebut. Sebagian negara justru menggunakan perbedaan sistim hukum tersebut untuk menghambat kerjasama atau hanya mau membantu negara lain untuk kasus-kasus asset recovery yang menarik perhatian media. Terkait posisi Indonesia pada konferensi ini, Indonesia akan bekerjasama dan melobi negara-negara lain agar Konferensi kali ini dapat menghasilkan resolusi-resolusi yang menghilangkan hambatan-hambatan aset recovery dimaksud.
Menteri Laoly juga akan memanfaatkan Konferensi ini untuk melakukan pertemuan bilateral dengan beberapa negara antara lain tuan rumah Rusia untuk menindaklanjuti rencana negosiasi perjanjian MLA dan ekstradisi mengingat Rusia adalah salah satu negara berpengaruh dan mempunyai jaringan luas di Eropa Timur dan Tengah. Selanjutnya pertemuan bilateral juga akan dilakukan dengan beberapa negara dimana Indonesia mempunyai kepentingan membekukan asset hasil tindak pidana korupsi dan melakukan ekstradisi pelaku tipikor.