Bogor - Persoalan over kapitas di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan menjadi hal penting Kementerian Hukum dan HAM untuk dicarikan solusi yang menyeluruh. Penyelesaian harus melibatkan semua lembaga penegak hukum yang lain. Salah satu adalah memberikan grasi kepada pemakai atau pengguna narkoba Jumlah penghuni kasus narkoba di lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan) selalu meningkat setiap tahun. Data bulan September 2015, penghuni lapas dan rutan di 477 lapas dan rutan di seluruh Indonesia mencapai 173.172 orang. Dari total penghuni 173.172 orang tersebut, jumlah pengguna narkotika mencapai 18.419 sementara pengedar atau bandar narkoba mencapai 32.345 orang dengan jumlah kasus mencapai 61.822.
Fungsi Lembaga Pemasyarakatan dan rutan merupakan tempat pembinaan. Kami ingin agar para pengguna ini dapat segera mendapatkan grasi, sementara bagi pengedar atau bandar kita berikan hukuman seberat-beratnya," demikian kata Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly saat membuka acara Semiloka Grasi Sebagai Mekanisme Penanggulangan Over Kapasitas pada Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara Seluruh Indonesia Senin (9/11) malam di Hotel 101 Surya Kencana Bogor.
Yasonna menuturkan, data tersebut tak menjawab masalah kelebihan kapasitas. "Masih ada kelebihan hunian 54.295 orang," paparnya. Seharusya, total penghuni 400-an lapas dan rutan adalah 119.532, namun kini sebanyak 173 ribu orang memadati jeruji besi. Sementara itu Pembangunan Lapas atau Rutan baru membutuhkan dana yang tidak sedikit dan tidak akan mengurangi jumlah pengguna narkoba.
"Yang lebih manusiawi itu, dari hulu kita lakukan pemberantasan narkoba bekerjasama dengan BNN atau polisi. Sementara kita, di hilir melakukan pembinaan kepada narapidana," katanya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, I Wayan Kusmintha Dusak menambahkan, upaya Kemkumham dalam mengatasi kelebihan kapasitas antara lain memberi remisi sesuai ketentuan yang berlaku seperti remisi umum, remisi khusus, remisi tambahan, remisi atas dasar kemanusiaan, dan remisi dasawarsa.
Sedangkan guna pemberian grasi kepada pengguna narkoba akan dilihat dari masa lama narapidana dan barang bukti yang diamankan. "Pemberian grasi saat ini tengah dirumuskan di tingkat nasional, kami juga membutuhkan masukan-masukan dari kantor wilayah dan mudah-mudah tahun depan kami sudah dapat menerapkan," katanya.
Dia mengatakan, peningkatan jumlah penghuni narkoba di lapas dan rutan bukan tanpa alasan, paling tidak ada tiga hal sebagai pemicunya. Hal pertama, kata Wayan, tingginya angka pemidanaan, peradilan kita cenderung kaku sehingga kasus kecil apapun biasanya akan dilanjutkan dengan proses sampai penahanan.
Hal kedua yakni kurangnya jumlah lapas dan rutan khusus anak, saat ini baru ada 13 lapas yang tersebut di 18 provinsi di Indonesia dan hal ini mengakibatkan banyak penghuni anak yang harus ditempatkan di lapas/rutan membaur dengan tahanan orang dewasa, kondisi itu yang sangat berbahaya dan berisiko. Dan ketiga kurang maksimalnya program rehabilitasi bagi pemakai atau pengguna narkoba.
Pembukaan acara Semiloka ini dihadiri oleh para pejabat tinggi Madya dan Pratama di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM. Acara yang berlangsung 3 hari ini akan diharapkan menghasilkan beberapa hal terkait dengan mekanisme pemberian Grasi kepada pemakai atau pengguna Narkoba. (Dedet, Foto. Asep)