Medan – Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) melakukan sosialisasi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) kepada masyarakat. Mengusung tajuk ‘Kumham Goes to Campus’, kali ini Kemenkumham menyambangi Universitas Sumatera Utara (USU), Medan, pada Kamis, 13 Oktober 2022. Ditunjuknya Kampus USU sebagai tempat sosialisasi bertujuan untuk berdialog dengan Mahasiswa akan RUU KUHP.
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Eddy O.S. Hiariej menjelaskan, kegiatan Kumham Goes to Campus sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo yang mengamanatkan kepada Tim Penyusun RUU KUHP untuk berdialog kepada masyarakat, khususnya mahasiswa.
“Presiden Joko Widodo, pada tanggal 2 Agustus 2022 menyampaikan kepada kami (Tim Penyusun RUU KUHP) untuk membangun dialog dengan masyarakat, dan teristimewa ke kampus-kampus (mahasiswa) mendialogkan RUU KUHP,” ujar Eddy saat memberikan keynote speech di Auditorium USU, Medan.
Lebih lanjut Wamenkumham menerangkan tiga alasan mengapa Indonesia harus mempunyai KUHP yang baru. Menurut Wamenkumham, KUHP sekarang yang digunakan Polisi, Jaksa, dan Hakim di pengadilan adalah KUHP yang dibuat tahun 1800.
“KUHP yang dibuat pada tahun 1800 tidak terlepas dari situasi dan kondisi KUHP itu dibuat, yang orientasi hukum pidananya aliran klasik, yaitu menekankan kepentingan individu, tidak bicara kepentingan masyarakat, apalagi negara,” terang Eddy.
Selain itu, lanjut Wamenkumham, hukum pidana digunakan sebagai sarana balas dendam. Sementara telah terjadi perubahan paradigma hukum pidana secara universal.
“Sehingga sudah tidak cocok lagi RKUHP yang kita gunakan dengan paradigma hukum pada saat ini,” tandas Eddy.
Yang ke dua, Wamenkumham mengatakan, saat ini KUHP yang digunakan sudah berumur 220 tahun, sudah out of date.
“Kita harus melakukan formulasi, membangun/memperbaharui KUHP dengan situasi dan kondisi serta era digital yang berlaku saat ini,” ujar Eddy.
Dan yang ke tiga, dan ini yang paling serius menurut Wamenkumham, yakni berkaitan persoalan kepastian hukum. Dari berbagai versi terjemahan KUHP yang beredar di masyarakat, yang ada di toko buku, yang diajarkan oleh dosen di perkuliahan, mana yang sah/legal?
“Kira-kira yang sah/legal yang mana, apakah KUHP yang diterjemahkan oleh Mulyatno, Andi Hamzah, atau R. Susilo? Antar satu penerjemah dan lainnya berbeda, dan perbedaannya cukup signifikan,” tutur Eddy.
Wamenkumham mencontohkan Pasal 110 KUHP. Terjemahan KUHP versi Mulyatno dan Susilo menurutnya bagai langit dan bumi.
“Mulyatno mengatakan, permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pasal 104 – 109 KUHP, dipidana sama dengan perbuatan itu dilakukan. Kalau sama berarti pidana mati,” beber Eddy.
Sementara itu, lanjut Wamenkumham, terjemahan RKUHP versi Susilo mengatakan, permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pasal 104 – 109 KUHP, diancam dengan pidana maksimal enam tahun.
“Pidana mati dan maksimum enam tahun itu kan seperti langit dan bumi,” ujar Eddy.
Selanjutnya pada acara Kumham Goes to Campus kali ini, yang para pesertanya merupakan Mahasiswa USU dan perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dari universitas yang ada di sekitar kota Medan, disampaikan 14 pasal krusial yang masih menjadi perdebatan publik. Pasal-pasal tersebut antara lain Living Law (Pasal 2 dan 601); Pidana mati (Pasal 67 dan 100); Penghinaan Presiden (Pasal 218); Tindak pidana menyatakan diri memiliki kekuatan gaib untuk mencelakakan orang (Pasal 252); Penghapusan pasal tentang dokter/dokter gigi yang menjalankan pekerjaan tanpa izin.
Kemudian, membiarkan unggas yang merusak kebun/tanah yang telah ditaburi benih (Pasal 277); Tindak pidana gangguan & penyesatan proses peradilan/contempt of court (Pasal 280); Penghapusan tindak pidana advokat curang; Tindak pidana terhadap agama/penodaan agama (Pasal 302); Tindak pidana penganiayaan hewan (Pasal 340 ayat (1)); Tindak pidana mempertunjukan alat pencegah kehamilan kepada anak (Pasal 412); Penggelandangan sebagai tindak pidana (Pasal 429); Aborsi (Pasal 467); Tindak pidana perzinaan (Pasal 415); Kohabitasi (Pasal 416), dan; Perkosaan dalam perkawinan (Pasal 477).
Selain melakukan sosialisasi, dalam Kumham Goes to Campus, Kemenkumham juga menyajikan layanan publik di lingkungan Kemenkumham yang dibutuhkan oleh para mahasiswa, seperti booth layanan informasi hak cipta, serta booth layanan informasi apostille dan perseroan perorangan.
Setelah menyelenggarakan di USU Medan, Kumham Goes to Campus rencanya juga akan dilaksanakan di Makasar, Sulawesi Selatan; Kupang, Nusa Tenggara Timur; Palangka Raya, Kalimantan Tengah, dan; Bali.