Jakarta – Pranata Humas (Prahum) merupakan garda terdepan dalam memberikan pelayanan informasi di kementerian/lembaga (K/L) Pemerintah RI. Prahum yang kompeten dibutuhkan oleh (K/L) mendukung tugas komunikasi publik di setiap satuan kerjanya. Akan tetapi pada kenyataannya di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), banyak Sumber Daya Manusia (SDM) yang bekerja dalam tugas kehumasan, tapi secara jabatan bukanlah seorang fungsional kehumasan/Prahum.
Oleh karena itu, Biro Humas, Hukum, dan Kerja Sama (Rohukerma) menilai Penyusunan Formasi Prahum dalam suatu instansi sangat penting, untuk memastikan ketersediaan SDM yang kompeten dalam dalam memberikan pelayanan informasi.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Hukum dan Kerja Sama (Karo Hukerma) Kemenkumham, Hantor Situmorang mengatakan, jika melihat jumlah SDM di lingkungan Kemenkumham yang lebih dari 65.000 pegawai, banyak diantaranya dibebankan tugas kehumasan, walaupun secara struktural di satuan kerjanya tidak memiliki tugas dan fungsi di bidang kehumasan.
“Kalau kita lihat dari jumlah SDM di lingkungan Kemenkumham, ini banyak sekali (SDM) yang sudah masuk (bekerja) didalam tugas-tugas kehumasan. Tapi secara jabatan, mereka bukan dalam jabatan fungsional kehumasan,” kata Hantor dalam kegiatan Penyusunan Formasi Jabatan Fungsional Pranata Humas di Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM, di Badan Pengembangan SDM (BPSDM) Hukum dan HAM.
Menyikapi hal tersebut, Hantor meminta kepada para peserta kegiatan yang terdiri dari pengemban fungsi kehumasan di unit utama, perwakilan kantor wilayah (kanwil), dan perwakilan unit pelaksana teknis (UPT) untuk menyusun dan menghitung formasi jabatan fungsional pranata humas (JFPH) dengan segala ketentuannya.
“Bagaimana penyusunan (dan penghitungan) formasi (pranata humas) dengan analisis pekerjaannya dan sebagainya. Sehingga kita mempunyai satu hasil, output dari kegiatan ini yang bisa mem-follow up kebutuhan jabatan fungsional di Kemenkumham,” katanya di Depok, Selasa (15/10/2024).
Menyusun formasi JFPH tidaklah mudah. Maka dari itu, Biro Hukerma berinisiatif menggandeng Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), sebagai instansi pembina JFPH, untuk urun rembuk berdiskusi terkait tata cara penyusunan formasi.
“Supaya kita paham, perhitungan formasi ini bagaimana. Harus banyak berdiskusi. Ada komitmen bersama dari kegiatan ini, disamping formasi yang kita usulkan, juga bagaimana membina karir kita sebagai fungsional kehumasan,” ujar Hantor.
Sebagai langkah strategis, lanjut Hantor, penyusunan formasi ini tidak hanya memfokuskan pada pemenuhan jumlah, tetapi juga pada peningkatan kompetensi melalui pelatihan dan sertifikasi yang berkelanjutan. Dengan demikian, kita dapat menghasilkan SDM yang tangguh dan siap menghadapi tantangan komunikasi yang semakin kompleks.
“SDM di UPT, selain mereka harus melaksanakan tugas utamanya, juga mereka mengerjakan tugas kehumasan, walaupun tanpa diklat ya. Jadi belajar aja sendiri, otodidak. Saya mengapresiasi teman-teman dari kanwil dan UPT, semoga nanti kedepannya lebih baik lagi,” kata mantan Kepala Kanwil Kemenkumham Gorontalo ini.
Melalui kegiatan yang berjalan hingga tiga hari kedepan ini, diharapkan akan dapat menghasilkan usulan formasi yang tepat. Sehingga dapat memberikan dampak peningkatan kualitas komunikasi publik di kementerian menjadi semakin optimal, transparan, dan akuntabel.
“Saya yakin bahwa dengan kolaborasi dan kerja sama yang baik, kita mampu mencapai tujuan bersama ini. Saya juga meminta supaya hasil kegiatan ini harus disampaikan ke Biro SDM, karena yang yang kita lakukan ini membantu mereka sebenarnya untuk menyusun suatu formasi dalam jabatan fungsional, karena memang ini sudah jadi kendala, utamanya dalam karir,” tutup Hantor.
Sementara itu, Direktur Tata Kelola dan Kemitraan Komunikasi Publik Kemenkominfo, Hasyim Gautama yang hadir sebagai narasumber mengatakan ada ketentuan didalam perhitungan formasi JFPH berdasarkan beban kerja dari beberapa indikator.
“Salah satunya adalah jumlah satuan atau unit kerja yang dilayani oleh pelayanan dan pengelolaan informasi dan dokumentasi, jumlah permohonan informasi dan kehumasan, serta jumlah media pengelolaan informasi dan kehumasan,” ujar Hasyim.