Jakarta - Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2021 disusun pemerintah dalam kondisi tekanan dan ketidakpastian yang tinggi akibat pandemi Covid-19. Hal ini memberikan dampak yang luar biasa terhadap kondisi kesehatan, sosial, dan ekonomi baik di global maupun nasional. Namun begitu, pemerintah menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi tahun 2021 akan ditentukan oleh beberapa faktor utama, yang salah satunya adalah keberhasilan penanganan pandemi Covid-19, termasuk upaya riset vaksin.
Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani mengatakan hal lainnya yang juga berpengaruh adalah kondisi pemulihan kinerja perkonomian global, serta upaya reformasi struktural untuk meningkatkan kemudahan usaha dan menarik investasi.
"Selain itu, faktor lainnya adalah berupa dukungan kebijakan fiskal yang bercorak countercyclical, termasuk melalui lanjutan program pemulihan ekonomi nasional (PEN)," jelasnya saat memberikan pidato pada Rapat Paripurna DPR RI tentang Jawaban Pemerintah atas Pandangan Umum Fraksi-fraksi DPR RI terhadap RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2021 beserta Nota Keuangannya.
Pemerintah berkeyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi sebesar 4,5 - 5,5 persen cukup realistis dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut, dan baseline pertumbuhan ekonomi yang rendah di tahun 2020. "Pemerintah mengalokasikan untuk keberlanjutan program PEN di tahun 2021 sebesar 356,5 triliun rupiah," kata Sri Mulyani.
Mengenai optimalisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan penyelesaian peraturan turunan Undang-Undang PNBP, kata Menkeu, dalam waktu dekat diharapkan dapat diselesaikan penetapan empat RPP turunan UU tentang PNBP.
"Untuk mengoptimalkan PNBP dilakukan dengan peningkatan kuantitas dan kualitas layanan, inovasi layanan, perbaikan proses perencanaan, dan pelaporan PNBP yang didukung sistem teknologi informasi yang terintegrasi, serta perkiraan membaiknya harga komoditas sumber daya alam," jelas Menkeu dalam rapat yang juga dihadiri oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H. Laoly.
Dampak krisis kesehatan kepada perekonomian membuat banyak negara melakukan berbagai langkah kebijakan extraordinary, termasuk Indonesia. "Pada awalnya, defisit APBN 2020 direncanakan sebesar 1,76 persen PDB, terendah dalam lima tahun terakhir," jelas Sri. "Namun demikian, upaya penanganan Covid-19 beserta dampaknya mengharuskan pemerintah mengeluarkan kebijakan pelebaran defisit sampai dengan 6,34 persen dari PDB," tandasnya. (Tedy, foto: Dudi)