Jakarta – Era reformasi sudah berjalan selama 18 tahun. Namun, Indonesia masih belum keluar dari masalah yang telah mengakar, yakni pungutan liar (pungli). Mengurus apapun di negeri ini masih ditemukan pungli. Hingga Presiden Republik Indonesia Jowo Widodo menabuh genderang ‘Perang Terhadap Pungli’ pada 10 Oktober 2016 saat memberikan 2.853 sertifikat tanah kepada ribuan warga DI-Yogyakarta. Selang satu hari, Presiden Jokowi meluncurkan Operasi Pemberantasan Pungli (OPP), dan disambut dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pungli di Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pada 11 Oktober 2016, di kantor Kemenhub, Jakarta.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) tidak tinggal diam, dengan menggandeng Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Kemenkumham langsung melaksanakan seminar Revoluasi Mental. Momentum ini dijadikan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly, untuk memperingatkan seluruh pejabat dan pegawai di lingkungan Kemenkumham untuk berhenti melakukan pungli.
“Jangan Main-Main Lagi dengan Pungli! Jika ke depan masih kedapatan ada yang melakukan pungli, saya tidak segan-segan akan mengambil tindakan tegas. Tidak ada toleransi bagi jajaran Kemenkumham yang terlibat pungli. Jika perlu saya pecat!” tandas Yasonna di Graha Pengayoman Gedung Sekretariat Jenderal Kemenkumham, Jumat (14/10/2016).
Lebih lanjut Menkumham mengatakan, pungli memang kelihatannya kecil, tetapi jika dijumlahkan sangat besar, dan merusak sistem pelayanan. “STOP, No More, saatnya bangsa ini untuk berubah. Mari kita nyatakan Perang Terhadap Pungli! Jangan kita kotori tangan kita. Kita harus bekerja keras, bekerja lebih keras, dan lebih keras lagi!” kata Yasonna.
Kemudian Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan, tantangan terbesar menghadapi pungli sebenarnya ada di diri kita sendiri, ada di institusi kita sendiri, ada di pegawai kita sendiri. Dan yang sangat menentukan instansi/kementerian untuk melawan pungli adalah dari leader/pemimpin yang tertinggi. Follower/ pejabat dan pegawai yang ada di bawahnya akan mengikuti leader-nya.
“Saya mengistilahkan filosofi mandi zaman dulu yang menggunakan gayung, atau yang modernnya menggunakan shower. Kalau kita ingin mandi kita bersih, maka gayung akan kita angkat tinggi-tinggi, lalu kita basahi mulai dari kepala sampai kaki kita. Artinya, kalau kita ingin tidak ada pungli, akan lebih mudah dimulai dari pimpinan yang tertinggi, lalu berlanjut ke bawahnya, dan seterusnya. Hal ini sudah saya praktikkan di kepemimpinan saya di Jawa Tengah,” tandas Ganjar.
Lalu Jika kita benar-benar mau memerangi pungli, maka tidak ada lagi setoran kepada pimpinan. Ini yang susah dihilangkan. Kita harus berkomitmen, ya kemarin kita salah, tapi mulai hari ini, tidak akan kita mengulangi lagi. “STOP setoran!” kata Ganjar. (Zaka. Ed: TMM. Foto: Dudi)