Tangerang - Pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) merupakan suatu siklus yang dimulai dari proses perencanaan, pengadaan, pencatatan, pemanfaatan hingga penghapusan. Hal tersebut sudah seharusnya mengikuti ketentuan dan menghasilkan output dan outcome yang efektif, sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Solusi dibalik kebutuhan akan pengelolaan BMN yang baik adalah BMN harus dikelola oleh pejabat fungsional yang berkompeten, profesional, disertai pedoman yang jelas sesuai dengan azas-azas tata kelola yang baik.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Bambang Rantam Sariwanto, mengatakan pengelola Pengadaan Barang/Jasa (PBJ) yang baik harus mampu menjadi "problem solver" atau pemberi solusi. "Karena bagaimanapun keberadaan para pengelola PBJ ini adalah membantu organisasi dan aparatur sipil negara dalam melaksanakan pembelanjaan atas anggarannya dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi yang diembannya," ujar Bambang, Rabu (24/10/2018).
Seperti dikatakan Sekjen, bila melihat dari jumlah keseluruhan paket pekerjaan tahun anggaran 2018 pada Sistem Rencana Umum Pengadaan (SiRUP) di lingkungan Kemenkumham, terdapat ribuan paket pekerjaan dengan 80% diantaranya adalah merupakan paket pekerjaan dengan penyedia. "Diperlukan profesionalisme PBJ yang lebih tinggi lagi, baik dari segi integritas maupun kualitas kerja yang dihasilkan," jelas Bambang.
Sekjen pun menghimbau kepada seluruh Sekretaris Unit Utama dan Kantor Wilayah Kemenkumham, untuk lebih berupaya keras mendorong tenaga-tenaga bersertifikat PBJ di lingkungan kerjanya untuk menjadi pejabat fungsional PBJ. "Tentunya (fungsional PBJ) akan dinaungi dalam suatu kelembagaan yang nanti akan terbentuk yaitu Unit Kerja PBJ Kemenkumham sebagai rumah bagi para pejabat fungsional tersebut," katanya saat membuka kegiatan Talkshow Pengelolaan BMN dan Rapat Koordinasi Unit Layanan Pengadaan (ULP) di lingkungan Kemenkumham.
Selain itu, lanjut Sekjen, untuk peningkatan kapasitas dari pejabat fungsional tersebut, diperlukan pembinaan yang lebih komprehensif mulai dari segi penguasaan materi hingga keahlian dalam melakukan mitigasi resiko, atau perencanaan strategi dalam menghadapi kemungkinan-kemungkinan resiko yang akan timbul dalam suatu proses PBJ. "Pemahaman terhadap aturan-aturan PBJ merupakan suatu keharusan bagi para pengelola PBJ," ucap Bambang.
Proses pengelolaan BMN dan PBJ yang baik adalah salah satu proses awal menuju laporan keuangan yang baik. "Tetapi harus diingat juga bahwa laporan keuangan yang baik atau Wajar Tanpa Pengecualian, belum tentu bersih dari penyimpangan atau bebas dari temuan. Oleh karena itu, para pengelola PBJ adalah gerbang menuju Kemenkumham yang good governance," jelas Sekjen.
Diakhir sambutannya, Sekjen berharap melalui momentum Rapat Koordinasi ULP dapat menghasilkan rancangan bentuk kebijakan terkait kelembagaan PBJ yang ideal sebagaimana diamanatkan dalam Perpres Nomor 16 tahun 2018. "Saya berharap kegiatan ini dapat menghasilkan hasil PBJ yang berkualitas dan juga menjadi salah satu bukti bahwa Kemenkumham PASTI E-Gov untuk Good Governance," kata Bambang di hadapan 300 orang peserta kegiatan yang terdiri dari Pejabat Pembuat Komitmen, dan perwakilan ULP pada Unit Utama dan Kantor Wilayah Kemenkumham. (Tedy, foto: Windi)