Jakarta - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mendorong penguatan integrasi hukum negara-negara anggota ASEAN. Menurut Yasonna, integrasi perangkat hukum ini akan jadi kunci bagi ASEAN untuk lebih punya suara di komunitas internasional dan kunci kebangkitan dari pandemi Covid-19.
Hal tersebut disampaikan Yasonna saat memberikan keynote speech secara virtual dalam acara Konferensi International Hukum dan Hak Asasi Manusia yang diselenggarakan Universitas Kristen Indonesia, Selasa (13/4/2021).
"Kesepuluh negara anggota yang bertindak sebagai satu ASEAN akan memiliki suara yang lebih kuat di komunitas internasional. Agar integrasi ini lebih stabil, kredibel, dan efektif, tentu dibutuhkan dasar hukum yang lebih mengikat," ucap Yasonna.
"Integrasi hukum ASEAN berarti bahwa negara-negara anggotanya perlu mengharmonisasi hukum dan peraturan domestik masing-masing. Hal ini yang akan memperkuat sistem hukum nasional negara-negara anggota serta supremasi hukum di kawasan ASEAN secara keseluruhan," tuturnya.
Yasonna menyadari bahwa integrasi perangkat hukum negara-negara anggota ASEAN memiliki tantangan tersendiri akibat perbedaan sistem serta praktik hukum masing-masing negara anggota ASEAN dalam mengadopsi hukum internasional. Hanya, ia juga menyampaikan bahwa kerjasama hukum antar-negara ASEAN yang sudah dimulai sejak penandatanganan Perjanjian Perdagangan Bebas (AFTA/ASEAN Free Trade Agreement) pada 1992 menunjukkan harmonisasi itu bukan hal yang tak mungkin dilakukan.
"Sejak penandatanganan CEPT/AFTA (Common Effective Preferential Tariff/ASEAN Free Trade Agreement) pada 1992, negara-negara anggota ASEAN juga sudah bekerjasama dalam memerangi kejahatan trans-nasional, pencucian uang, perdagangan manusia, penyelundupan narkoba, serta perompakan," ucap Yasonna.
"Secara bilateral, negara-negara anggota ASEAN juga menyepakati perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik (MLA/Mutual Legal Assistance) dan Ekstradisi. Indonesia misalnya, telah menyepakati MLA dengan Vietnam dan perjanjian ekstradisi bersama Malaysia, Filipina, Thailand, serta Vietnam. Indonesia juga berpartisipasi aktif dalam Konferensi ASEAN tentang Pencegahan Kejahatan dan Peradilan Pidana yang merupakan forum untuk memerangi kejahatan transnasional terorganisir di kawasan Asia Tenggara," tutur Guru Besar Ilmu Kriminologi di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian tersebut.
Yasonna juga menyampaikan bahwa kerjasama tersebut harus diperkuat dalam menghadapi pandemi Covid-19. Sebagai cara untuk mengatasi tantangan global yang muncul akibat pandemi Covid-19, pemimpin negara-negara ASEAN telah menyatukan komitmen untuk memperkokoh kerjasama di sektor darurat kesehatan publik dan rencana pemulihan pasca-pandemi sebagaimana disampaikan dalam ASEAN Summit ke-36 yang berlangsung melalui tele konferensi pada Juni 2020.
"Upaya ini membutuhkan kolaborasi di antara pelaku industri, swasta, dan stakeholder lainnya. Menangani krisis Covid-19 secara efektif membutuhkan respons yang didasarkan pada sikap inklusif dan memastikan bahwa tak ada satupun di antara kita yang diabaikan," kata Yasonna.
"Negara-negara anggota ASEAN mesti memperkuat kerangka hukum dan kebijakan untuk mengelola respons terhadap Covid-19 dan upaya pemulihannya. Bagi Indonesia, mengelola risiko kesehatan publik dan menggeliatkan kembali perekonomian sampai ada vaksin atau pengobatan yang betul-betul efektif menjadi sangat krusial. Komunitas ASEAN mesti bekerjasama memerangi pandemi ini," tuturnya.