Medan - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly mengajak seluruh elemen masyarakat dan pemerintah daerah (pemda) untuk memaksimalkan potensi daerah seperti budaya dan kekayaan alam melalui pelindungan dan pemanfaatan kekayaan intelektual (KI).
Hal tersebut disampaikan Yasonna pada kegiatan bertajuk Satu Jam Bersama Menkumham yang diselenggarakan di Universitas HKBP Nommensen Medan. Jum’at, (17/11/2023)
Yasonna mengatakan, karya cipta, kreativitas, inovasi, pengetahuan, keanekaragaman budaya dan kekayaan alam digunakan untuk mendorong pembangunan ekonomi guna mewujudkan kesejahteraan ekonomi masyarakat.
“Pelindungan kekayaan intelektual menjadi komponen penting dari kebijakan ekonomi nasional,” kata Yasonna
Menurutnya, salah satu rezim KI yang perlu didorong agar mampu bersaing di pasar global adalah produk yang berbasis potensi geografis Indonesia yaitu Indikasi Geografis (IG).
"Kami menjadikan tahun 2024 sebagai tahun indikasi geografis. Kami ingin mendorong pemerintah daerah di seluruh Indonesia untuk mendaftarkan kekayaan intelektual komunal, khususnya indikasi geografis," ucap Yasonna.
Yasonna mencontohkan, Andaliman, yaitu bumbu rempah asal Toba, Sumatera Utara. Menurutnya, apabila suatu produk di suatu daerah yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu itu lah yang disebut indikasi geografis.
"Karena dia (andaliman) unik, dia merupakan produk yang khas di suatu daerah itu namanya indikasi geografis. Kalau indikasi geografis sudah terdaftar, dia punya nilai lebih, dia terlindungi secara hukum, dan diakui (produknya) hanya dari daerah itu,"
Lebih lanjut Yasonna mengatakan, untuk menjadikan produk indikasi geografis sebagai produk unggulan daerah diperlukan adanya sinergitas dan kolaborasi aktif dari berbagai pemangku kepentingan terkait.
"Ini penting kepada pemerintah daerah untuk datang, untuk bekerja sama dengan Kemenkumham, dan juga universitas untuk membantu mendaftarkan indikasi geografis," imbuhnya.
Peran pemerintah daerah adalah untuk mendorong pelindungan, pemanfaatan produk indikasi geografis, serta menjadi focal point indikasi geografis. Kita juga perlu bersinergi dalam melakukan pengawasan mutu produk indikasi secara berkelanjutan.
Tercatat, terdapat sembilan produk indikasi geografis terdaftar yang berasal dari Provinsi Sumatera Utara dan 31 Kekayaan Intelektual Komunal yang tervalidasi serta terinventarisir dengan jenis paling banyak berkaitan yaitu Ekspresi Budaya Tradisional (EBT).
Selain itu, Yasonna juga meminta kepada pemerintah daerah dan pemangku kepentingan terkait untuk memaksimalkan pariwisata daerah berbasis ekosistem KI.
"Indikasi geografis dan kekayaan intelektual lainnya dapat juga menjadi ecotourism. Contoh Keju Swiss Gruyère, mulai dari peternakannya, bagaimana memeras susu, bagaimana membuat keju yang bagus. Itu dibuat menjadi wisata turis," terang Yasonna.
Melalui pariwisata berbasis ekosistem KI, devisa dan pendapatan lokal masuk ke suatu wilayah pariwisata. Para wisatawan akan bertransaksi di suatu situs wisata dengan membeli produk-produk industri pariwisata yang berasal dari produk industri kreatif yang merupakan objek pelindungan KI.
Dirinya berharap masyarakat dan pemerintah berkomitmen bersama-sama untuk meningkatkan kesadaran, mendorong, atau menghasilkan karya berbasis kekayaan intelektual. Yasonna juga mengupayakan pelindungan kekayaan intelektual guna meningkatkan kemandirian ekonomi nasional berbasis KI.
“Diperlukan sinergisitas dan kolaborasi aktif antar lintas sektor, lintas pelaku, dan lintas wilayah untuk keberlangsungan ekonomi hijau, guna menciptakan ekosistem ekonomi kreatif,” pungkas Yasonna.