Jakarta - Perubahan kehidupan manusia akibat perkembangan revolusi industri perlu direspon aktif. Maka dari itu, masyarakat harus memiliki kesadaran hukum untuk menghadapi berbagai dampak baik positif maupun negatif.
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan bahwa dalam konteks kesadaran hukum, ada tiga hal yang paling sulit dari penegakan hukum, yaitu substansi, struktur, dan budaya hukum.
"Saat ini kesadaran hukum di Indonesia masih bersifat heteronom yang artinya taat akan hukum akibat paksaan, dorongan, tekanan, ataupun ketakutan terhadap sanksi yang diterapkan," kata pria yang akrab disapa Eddy ini saat membuka kegiatan 'Seminar Hukum Akselerasi Indonesia Sadar Hukum : Korupsi, Pencucian Uang, dan Hak Asasi Manusia di Era Globalisme'.
Belum kuatnya budaya dan kesadaran hukum yang ditambah dengan perkembangan teknologi, mengakibatkan kemunculan berbagai dampak negatif, salah satunya adalah perilaku korupsi.
"Korupsi yang dikategorikan extra ordinary crime telah berkembang sedemikian rupa bahkan diorganisir lintas negara atau yang biasa disebut internasionalisasi korupsi," kata Eddy, Rabu (10/08/2022) di Hotel JS Luwansa.
Wamenkumham mengatakan bahwa menurut konvensi PBB tentang anti korupsi, dampak korupsi tidak hanya merugikan negara, tetapi juga memperlambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan, merendahkan tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat, memperburuk pelayanan publik, dan merusak keamanan manusia yang berakibat pada pelanggaran ham.
"Internasionalisasi korupsi dapat merusak keamanan manusia. Maka dari itu, hal ini dapat dianggap kejahatan terhadap hak asasi manusia karena korupsi mengakibatkan warga negara tidak memdapatkan hak yang seharusnya," tandas Eddy.
Sementara itu, Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Hukum, dan Kerja Sama (Hukerma), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Hantor Situmorang mengatakan bahwa kegiatan seminar hukum akselerasi sadar hukum ini merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah terhadap penghormatan, perlindungan, pemenuhan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia (HAM).
"Kegiatan ini diharapkan dapat mempercepat perluasan kesadaran hukum baik bagi peserta serta masyarakat pada umumnya," kata Hantor.
Seminar hukum ini dihadiri oleh 100 peserta secara luring yang terdiri dari perwakilan unit eselon 1 di lingkup Kemenkumham, perwakilan aparat penegak hukum, akademisi, notaris, mahasiswa, organisasi masyarakat sipil, Komnas HAM, dan 100 peserta lainnya secara daring.
Kegiatan ini terselenggara sebagai bentuk kerja sama antara Kementerian Hukum dan HAM dengan Non Government Organization (NGO) dari Swedia, Raoul Wallenberg Institue di bidang tata kelola pemerintah yang baik dan hak asasi manusia. (Safira, foto: Aji)