Bandung - Dalam sidang lanjutan Perkara No 73/G/PTUN.BDG/2020, Kemenkumham menghadirkan 4 orang saksi yaitu 2 orang saksi fakta, Andrian Nova Kalapas Cibinong, Iwan Setiawan Kasie Binadik Lapas Gunung Sindur dan 2 orang saksi ahli, Leopold Sudaryono, SH, LLM, Ph.D dan Dr. Iqrak S.Sos, MSi yang keduanya merupakan ahli kriminologi sekaligus dosen pada Universitas Indonesia.
Sidang dibuka dan terbuka untuk umum pukul 10.00 wib di ruang sidang Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung. Hadir Kuasa Hukum Tergugat dan Kuasa Hukum Penggugat dengan Majelis Hakim lengkap.
Sesuai agenda sidang, para saksi diambil sumpah oleh Ketua Majelis Hakim, selanjutnya secara terpisah saksi dimintakan kesaksian dan keterangannya.
Saksi setelah menyampaikan fakta-fakta yang ada kemudian dikuatkan oleh keterangan ahli.
Salah satu keterangan yang disampaikan oleh Alhi Bp. Leopold dalam persidangan bahwa tujuan utama dari asimilasi rumah berdasarkan Permenkumham No 10 Tahun 2020 adalah dalam rangka pencegahan dan Penangguhan penyebaran COVID 19 didalam Lapas.
Apabila salah satu syarat dilanggar, maka Kalapas sesuai dengan kewenangannya melakukan pencabutan asimilasi dimaksud, ujar Leo.
Ditambahkan keterangan oleh ahli berikutnya Dr. Iqrak yang menyatakan bahwa terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan yang mendapatkan asimilasi rumah, bukan berarti telah lepas masa pidananya akan tetapi masih berstatus WBP dan tetap dilakukan pembinaan oleh lembaga pemasyarakatan.
Menurut Iqrak, apa yang dilakukan oleh Bapas Bogor dan Lapas Cibinong, telah memenuhi syarat dan prosedur pencabutan asimilasi, baik secara substantif maupun formil.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Bagian Layanan Advokasi Hukum menyatakan keterangan-keterangan yang disampaikan oleh saksi fakta dan ahli hari ini , telah memperkuat dalil-dalil dan posisi Kemenkumham, ujar Deswati. Kami yakin majelis hakim mempertimbangkan hal-hal krusial pada sidang hari ini (28/9) (dedet)