JAKARTA – Seratusan pengacara Indonesia yang tergabung dalam Forum Advokat Pengawal Pancasila (FAPP) mendatangi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) di Jakarta (21/7), dalam rangka mendukung tindakan pemerintah untuk membubarkan organisasi-organisasi masyarakat yang melawan Pancasila.
Tampak hadir dalam acara tersebut, Juniver Girsang, Todung Mulya Lubis, Luhut Pangaribuan serta pengacara lainnya yang tergabung dalam FAPP yang dideklarasikan pada hari Senin, 29 Mei 2017 ini.
Dihadapan para advokat Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly menekankan bahwa pasal 28 UUD 1945 menjamin kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat bagi seluruh warga negara Indonesia, namun dengan tetap menghormati hak asasi manusia warga negara lainnya untuk memenuhi rasa keadilan sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, kesamaan, dan ketertiban umum dalam masyarakat yang demokratis.
‘’Bentuk dari kemerdekaan berserikat dan berkumpul adalah diberikannya kebebasan setiap warga negara untuk mendirikan Organisasi Kemasyakaratan yang tidak berbadan hukum maupun yang berbadan hukum dengan mengacu pada ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku”, ujar Yasonna.
Forum Advokat Pengawal Pancasila sendiri hadir sebagai suatu entitas, saat ini merupakan bentuk upaya mandiri dari unsur masyarakat dalam upaya mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia, serta menjaga dan memelihara keutuhan dan kedaulatan NKRI.
“Saya harap Forum Advokat Pengawal Pancasila dapat tampil ke depan menunjukan jati dirinya sebagai elemen masyakarat penjaga Pancasila”, tegas Menteri.
Seperti diketahui di Kementerian Hukum dan HAM tercatat 325.887 Ormas berbadan hukum (Yayasan atau Perkumpulan), sebagian dari Ormas yang tercatat tersebut telah terdaftar jauh sebelum Kemerdekaan 1945 yaitu sejak berlakunya Staatsblad 1870 Nomor 64 tentang Perkumpulan-Perkumpulan Berbadan Hukum.
Dengan jumlah yang demikian banyak dan dengan segala bentuk kegiatannya, tentu membutuhkan peraturan yang dapat secara efektif mencegah, mengawasi, dan menindak terhadap kegiatan-kegiatan yang bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, dan keutuhan NKRI.
Lebih lanjut Yasonna menambahkan, bahwa pemerintah berhak menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) dengan mengacu persyaratan sebagaimana pada keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 139/PUU-VII/2009, yang menyatakan bahwa Presiden bisa mengeluarkan Perppu atas dasar kegentingan yang memaksa.
Kegentingan yang memaksa didasarkan atas tiga pertimbangan, pertama, Keadaan yang mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat.
Kedua, Adanya kekosongan hukum atau Undang-Undang yang ada tidak memadai, serta, terakhir, kekosongan atau kelemahan hukum itu tidak bisa diatasi dengan prosedur pembuatan hukum yang ada karena memerlukan waktu yg lama sedangkan keadaan sudah mendesak. (Bowo, Herson Foto: Imam)